Kuningan – centralpers – Dugaan praktik pemerasan terhadap investor serta indikasi suap dan perusakan kawasan konservasi menyeret sejumlah pejabat Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) dan PAM Tirta Kemuning (PDAM Kuningan). Konstruksi dugaan pidana ini mencuat setelah adanya laporan terkait permintaan sejumlah uang kepada pihak investor PT Tirta Kuning Ayu Sukses tanpa dasar hukum yang jelas, Kuningan, 24 November 2025.
Menurut kajian hukum yang berkembang, tindakan tersebut memenuhi unsur pemufakatan jahat dan turut serta dalam tindak pidana pemerasan, terutama karena PDAM diduga ikut memfasilitasi permintaan uang tersebut kepada investor. Indikasi kesengajaan (mens rea) dinilai terpenuhi karena penyampaian permintaan tersebut dilakukan secara resmi dan berulang.
Sejumlah bukti berupa berita acara resmi yang ditandatangani 6 pejabat BTNGC dan 2 pejabat PDAM diduga memperkuat konstruksi dugaan tindak pidana tersebut. Praktik ini dinilai bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang tengah ditekankan Presiden RI Prabowo Subianto.
Pertanyaan atas Legalitas dan Unsur Gratifikasi
Pihak PDAM Kuningan sebelumnya menyatakan telah mengantongi rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk kerja sama dimaksud. Namun muncul pertanyaan besar mengenai alasan adanya permintaan tambahan dari pejabat BTNGC, terlebih tanpa dasar hukum.
Berdasarkan uraian investigasi, dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan pemerasan dalam kerja sama tahun anggaran 2025 tersebut dinilai memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf (b) dan (e) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini mengingat BTNGC merupakan instansi dengan pejabat berstatus ASN.
Dugaan Perusakan Kawasan Konservasi
Selain dugaan pemerasan, pemeriksaan turut mengungkap indikasi pelanggaran lingkungan berupa pemasangan pipa berdiameter 12 inci sepanjang sekitar 300 meter yang masuk ke kawasan konservasi TNGC. Pemasangan tersebut diduga merusak wilayah lindung yang dilarang keras untuk dieksploitasi sesuai UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ironisnya, hingga saat ini pipa tersebut disebut belum dibongkar. Padahal, zona konservasi TNGC telah ditetapkan melalui SK Dirjen KSDAE Nomor SK.193/KSDAE/RKK/KSA.0/10/2022, yang menjadikan Kepala BTNGC sebagai penanggung jawab penuh atas perlindungan kawasan.
Konflik Pemanfaatan Air dan Potensi Gangguan Sosial
Permasalahan juga meluas pada dugaan penjualan air secara diam-diam oleh PAM Tirta Kemuning kepada salah satu perusahaan afiliasi PT Tirta Kuning Ayu Sukses, tanpa sepengetahuan publik maupun Kuasa Pemilik Modal (KPM). Pengambilan air limpasan dari sumber mata air Talaga Remis dan Talaga Nilem dilakukan tanpa izin resmi dari PUTR maupun BKSDA.
Aktivitas ilegal tersebut memicu ketegangan sosial, karena air dari kedua sumber itu merupakan kebutuhan vital para petani setempat. Penolakan masyarakat meningkat karena pasokan air pertanian terganggu.
Pemeriksaan Tipikor Polres Kuningan
Unit Tipikor Polres Kuningan kini menangani kasus ini secara mendalam. Pemerintah Kabupaten Kuningan disebut tidak mengetahui tindakan yang dilakukan manajemen PDAM. Bupati sebagai KPM sebelumnya telah menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang mengganggu investor dan merusak komitmen daerah sebagai “Kabupaten Konservasi”.
Kasus ini juga bersinggungan dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) Nomor 26/PM.05.02/PEREK tanggal 19 Maret 2025, yang memerintahkan penghentian sementara penerbitan perizinan pemanfaatan lahan kawasan hutan dan perkebunan, kecuali untuk kepentingan perlindungan lingkungan.
(Uha Juhana)
Sumber : AgungSBI
Editor : Chy












