Celah Regulasi, Keuntungan dan Ancaman di Balik Istilah Study Tour Menjadi Outing Class

Cilacap – centralpers – Dalam artikel sebelumnya menjelaskan terdapat dugaan adanya perubahan istilah dari study tour menjadi outing class di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang masuk wilayah kabupaten Cilacap Jawa Tengah tetap menyulut keprihatinan mendalam bagi masyarakat. Rentetan insiden kecelakaan fatal yang menimpa rombongan siswa selama kegiatan study tour menjadi sinyal darurat pentingnya kebijakan serius dalam penyelenggaraan kegiatan diluar kelas. Sebab keselamatan para peserta didik kini berada dititik kritis, menuntut adanya evaluasi dan tindakan tegas dari seluruh pemangku kepentingan.

Sementara itu, respons yang ditunjukkan oleh pemerintah daerah justru tidak seragam dan cenderung tumpang tindih. Pemerintah Provinsi Jawa Barat misalnya, mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan larangan sementara penyelenggaraan study tour keluar wilayah. Kebijakan ini kontras dengan sikap pemerintah di daerah lain yang masih memberikan kelonggaran, menciptakan sebuah inkonsistensi regulasi yang berbahaya di tingkat nasional.

Tidak adanya aturan baku dan mengikat secara nasional tersebut tentu dapat membuka ruang bagi pihak sekolah untuk melakukan manuver kebijakan. Banyak institusi pendidikan kini menyiasati larangan atau himbauan dengan cara sederhana yaitu mengganti nomenklatur kegiatan. Istilah study tour yang identik dengan perjalanan lintas provinsi yang berisiko tinggi, kini diubah menjadi outing class untuk memberi kesan kegiatan yang lebih ringan dan lokal.

Langkah ini mungkin merupakan salah satu cara efektif untuk mengaburkan perbedaan esensial antara kedua jenis kegiatan tersebut kepada masyarakat, walaupun sejatinya terdapat banyak perbedaan antara dua kegiatan tersebut. Secara konseptual, perbedaan mendasar antara study tour dan outing class terdapat pada jarak, penggunaan waktu dalam kegiatan, lokasi serta fokus pembelajaran. Keduanya memang merupakan metode pembelajaran diluar kelas yang bertujuan memberikan pengalaman langsung, menciptakan pembelajaran yang mendalam, menyenangkan dan jauh dari kebosanan teori di kelas. Namun, akibat dari penyamaran istilah, substansi kegiatan perjalanan jarak jauh yang berisiko tinggi diharapkan tetap berjalan dan bersembunyi dibalik nama berbeda.

Link artikel terkait, klik tautan :
Ironi Study Tour : Antara Edukasi, Rekreasi dan Keselamatan Siswa yang Terabaikan https://centralpers.press/ironi-study-tour-antara-edukasi-rekreasi-dan-keselamatan-siswa-yang-terabaikan/

Dibalik desakan sejumlah sekolah untuk tetap menyelenggarakan perjalanan jauh, tercium adanya dugaan kuat mengenai kepentingan komersial. Ada indikasi bahwa kegiatan ini telah bergeser dari tujuan utamanya sebagai sarana edukasi menjadi sebuah ajang rekreasi yang melibatkan perputaran uang yang tidak sedikit. Industri pariwisata, termasuk perusahaan otobus, agen perjalanan dan pengelola destinasi wisata, menjadi pihak yang turut diuntungkan.

Salah satu praktik yang memperkuat dugaan ini terjadi disebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kabupaten Cilacap. Dalam proses pemungutan biaya kegiatan, kuitansi pelunasan yang diterima oleh orang tua siswa tidak dikeluarkan oleh pihak sekolah. Sebaliknya, tanda bukti pembayaran tersebut diterbitkan langsung oleh perusahaan biro perjalanan, lengkap dengan logo dan stempel resmi mereka.

Praktik semacam ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas. Dengan tidak melibatkan administrasi sekolah secara langsung dalam transaksi keuangan, jejak aliran dana menjadi sulit untuk dilacak. Langkah ini dapat diinterpretasikan sebagai sebuah strategi untuk menciptakan ambiguitas hukum yang berpotensi menjadi dalih bagi pihak sekolah untuk mengalihkan tanggung jawab jika terjadi masalah hukum.

Sementara itu, para orang tua siswa ditempatkan dalam posisi yang sangat dilematis. Disatu sisi, mereka dibebani dengan biaya perjalanan yang sering kali memberatkan. Disisi lain, kekhawatiran mendalam akan keselamatan anak-anak mereka terus menghantui, terutama setelah maraknya berita kecelakaan. Banyak orang tua merasa tertekan untuk tetap mengizinkan anaknya ikut serta karena adanya faktor sosial atau kekhawatiran terhadap anak-anak mereka.

Untuk memutus lingkaran masalah ini, diperlukan sebuah solusi fundamental yang datang dari pemerintah pusat. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus segera merumuskan dan memberlakukan regulasi yang jelas, baku dan mengikat secara nasional. Peraturan ini harus mencakup standar operasional keselamatan (SOP) yang sangat ketat dan sanksi hukum berat bagi pihak-pihak yang melanggar demi keselamatan siswa.

Sebagai alternatif yang lebih aman dan mendidik, esensi dari kegiatan outing class perlu dioptimalkan kembali. Sekolah dapat merancang program belajar diluar kelas yang relevan dengan kurikulum dan memanfaatkan potensi lingkungan sekitar, seperti mengunjungi museum lokal, sentra industri kecil, cagar alam atau institusi pemerintahan terdekat. Pendekatan ini tidak hanya jauh lebih aman dan terjangkau, tetapi juga mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih kontekstual serta bermakna bagi siswa, tanpa harus mempertaruhkan nyawa di jalan raya.

Penulis  :  Muhiran
(Wakil Pimpinan Redaksi Central Pers)

Editor    :  Chy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *