Mengawal Anggaran Banprov Jateng di Desa Ciklapa Demi Kesejahteraan Masyarakat

Cilacap – centralpers – Ditengah geliat pembangunan infrastruktur desa yang masif, transparansi dan akuntabilitas menjadi dua pilar utama yang tak boleh terabaikan. Pembangunan talud atau sender jalan di Jalan Singameja dusun Purwosari desa Ciklapa kecamatan Kedungreja kabupaten Cilacap, menjadi cermin nyata betapa pentingnya peran aktif masyarakat dan media dalam mengawasi penggunaan dana publik. Proyek senilai Rp. 202 juta yang didanai dari Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Tengah tahun 2025 dan swadaya masyarakat tersebut menghadapi sorotan tajam karena sejumlah kejanggalan yang muncul.

Proyek dengan panjang 625 meter, tinggi 0,7 meter dan lebar 0,3 meter tersebut dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) desa. Namun, alih-alih berjalan mulus, pelaksanaannya justru menyisakan tanda tanya. Pembagian proyek menjadi tiga lokasi terpisah di satu jalan yang sama menimbulkan dugaan ketidakefisienan. Pertanyaan publik semakin menguat ketika prasasti kegiatan dipasang di badan jalan, berpotensi mengganggu fungsi jalan dan keselamatan pengguna.

Hal yang tak kalah krusial adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya. Dengan total anggaran Rp. 202 juta, kontribusi swadaya masyarakat hanya tercatat sebesar Rp. 2 juta atau sekitar 1%. Angka yang sangat kecil ini mengundang curiga bahwa partisipasi masyarakat hanya sebatas formalitas, bukan wujud nyata gotong royong yang menjadi ciri khas pembangunan di desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa memang tidak menetapkan persentase minimal swadaya, namun semangat keterlibatan masyarakat yang termaktub dalam peraturan tersebut seolah tak tercermin dalam proyek tersebut.

Sorotan publik sejatinya merupakan langkah preventif untuk memastikan setiap rupiah anggaran yang digunakan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya, upaya awak media untuk mendapatkan klarifikasi pada hari Kamis (31/07/2025) dan Jum’at (01/08/2025) menemui jalan buntu. Kadus S selaku pelaksana kegiatan dua kali dilokasi maupun kediamannya tidak bisa ditemui. Begitupun Kepala Desa Ciklapa, hingga kini belum memberikan tanggapan walaupun sudah membaca pesan singkat awak media. Keheningan dari pihak desa tersebut dapat menimbulkan spekulasi serta menghambat terbangunnya kepercayaan publik.

Padahal, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 20 Tahun 2018 secara tegas mengamanatkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan keuangan desa. Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan badan publik, termasuk pemerintah desa untuk menyediakan informasi yang akurat dan mudah diakses oleh masyarakat.

“Menghindari komunikasi dengan media ataupun masyarakat adalah pelanggaran terhadap semangat dan substansi dari regulasi tersebut.”

Kasus talud di Desa Ciklapa ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara tiga pilar penting dalam demokrasi yaitu pemerintah, media dan masyarakat. Pemerintah desa memiliki tanggung jawab untuk menjadi garda terdepan dalam keterbukaan. Mereka harus proaktif memberikan informasi dan menjawab setiap pertanyaan publik. Transparansi bukan hanya soal memasang baliho atau papan informasi, melainkan juga kesediaan untuk berkomunikasi secara langsung.

Sementara itu, Media massa yang profesional dan berkompeten memainkan peran vital sebagai jembatan informasi. Dengan melakukan fungsi kontrol sosial, media tersebut membantu memastikan bahwa kebijakan dan pelaksanaan program pemerintah berjalan sesuai koridor hukum dan moral. Kehadiran media adalah penjamin bahwa tidak ada praktik yang menyimpang di balik pintu tertutup.

Jangan lupakan masyarakat yang merupakan pemilik sejati dari setiap proyek pembangunan. Partisipasi aktif mereka tidak hanya sebatas swadaya, tetapi juga dalam bentuk pengawasan. Mereka berhak bertanya, mengkritik dan memastikan bahwa anggaran yang digunakan benar-benar untuk kepentingan bersama.

Dengan sinergi yang kuat antara ketiga pilar ini, setiap proyek pembangunan di desa akan berjalan sesuai rencana, terhindar dari potensi penyelewengan dan hasilnya benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh warga.

Pembangunan talud Jalan Singameja adalah sebuah kebutuhan. Namun, bagaimana proyek tersebut dilaksanakan merupakan cerminan dari tata kelola pemerintahan yang ada. Keheningan yang menyelimuti proyek tersebut harus segera dipecah dengan penjelasan yang terbuka dan jujur. Pihak TPK serta Pemerintah Desa Ciklapa harus segera memberikan klarifikasi, bukan hanya untuk memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Jangan biarkan pembangunan infrastruktur menjadi sumber ketidakpercayaan, karena setiap rupiah anggaran negara yang dikeluarkan memiliki tanggungjawab, setiap prasasti harus ditempatkan dengan bijak dan setiap swadaya harus mencerminkan partisipasi yang tulus. Hanya dengan demikian, pembangunan akan benar-benar menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya.

Liputan : Muhiran
Editor : Chy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *