Melihat Pembangunan Pendidikan Sebagai Pondasi Kemajuan di Kabupaten Cilacap

Artikel

Cilacap, Central Pers – Hakikat pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan potensi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan diarahkan pada tujuan yang diharapkan agar memanusiakan manusia atau menjadikannya sebagai insan kamil, manusia utuh atau kaffah. Namun tidak sedikit orang yang memanfaatkan dunia pendidikan untuk mencari kekayaan atau keuntungan pribadi dalam kegiatan sekolah.

Hal tersebut tentu sangat merugikan masyarakat. Kerugian akibat sistem dan aturan, pembangunan serta biaya sekolah yang ditetapkan membuat masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra. Padahal salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk warga negara yang baik dan paham akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara serta memiliki rasa cinta dan nasionalisme terhadap negara Indonesia.

Selain itu, pendidikan juga bertujuan untuk menciptakan generasi penerus yang unggul dan berintegritas serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri.

Di kabupaten Cilacap Jawa Tengah, diduga masih banyak oknum yang memanfaatkan dunia pendidikan sebagai alat untuk memperkaya diri. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat paling bawah sampai jenjang perkuliahan.

Pada tingkat pendidikan dasar, khusus untuk Pendidikan Usia Dini (PAUD/TK) pemanfaatan terjadi pada pembangunan infrastruktur yang berasal dari keuangan negara dengan cara mark up harga material. Untuk tingkat sekolah dasar dan menengah pertama, selain pada infrastruktur, kerugian masyarakat juga terjadi akibat adanya pungutan yang dilakukan pihak sekolah dan komite, walaupun mereka berdalih sudah sah secara formal.

Sebagai contoh adalah pembangunan SDN Sidaurip 01 kecamatan Gandrungmangu. Menurut informasi, pagar sekolah tersebut sudah pernah dibangun dengan biaya yang dibebankan kepada wali murid. Akibat dampak pembangunan Jalan Lintas Selatan Selatan (JLSS) pihak sekolah mendapat ganti rugi Rp. 130.800.000,- (diluar ganti rugi tanah) yang dianggap sebagai pendapatan negara non pajak (PNBP), namun pada saat dibangun kembali mengunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cilacap hanya sebesar Rp. 119.037.000,-.

Perlu diketahui bahwa, PNBP merupakan penerimaan negara yang tidak bersumber dari perpajakan dan dapat dipungut dari beberapa sumber, diantaranya adalah Pelayanan, Sumber Daya Alam (SDA), Kekayaan negara yang dipisahkan, Pengelolaan dana atau sumber lain yang sah menurut aturan perundang-undangan. Apabila dilihat dari nominal ganti rugi dan pembangunan pagar sekolah tersebut terdapat selisih sebesar Rp. 11.763.000,-.

Di kecamatan yang sama, kerugian masyarakat juga terjadi dengan tidak adanya Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN/SMKN). Padahal luas wilayah kecamatan Gandrungmangu adalah 119,26 Kilometer persegi dan memiliki 14 desa. Hal tersebut membuat banyak masyarakat di beberapa desa tidak masuk sistem zonasi dalam pendaftaran peserta didik, padahal banyak masyarakat yang berharap setelah lulus SMP/Sederajat anak-anaknya bisa masuk sekolah negeri.

Sementara itu, dalam perkuliahan terdapat salah satu universitas swasta yang membuka kelas di salah satu SDN di kecamatan Sidareja, kegiatan perkuliahan dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu dan diikuti banyak Kades dan perangkat desa. Perkuliahan tersebut menjadi tanda tanya besar apabila merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan (Permendiknas) No. 20 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Prodi di Luar Domisili Perguruan Tinggi serta Surat Edaran Dirjen Dikti No. 1017/E/T/2011 tentang Perijinan dan Pelarangan Proses Pembelajaran di Luar Domisili.

Dalam Permendiknas, yang ada adalah pendidikan di luar kampus, luar kampus dapat disetarakan dengan luar domisili. Di UU No. 12 tahun tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi batas-batasnya adalah provinsi sedangkan pada Permendiknas batasnya adalah kabupaten. Pada Pasal 34 dijelaskan bahwa Program Studi (Prodi) bisa diselenggarakan di luar kampus utama dalam satu Provinsi. Namun sayangnya sampai saat ini Permendikbud yang mengatur pasal ini belum lahir.

Sementara dalam Permendiknas yang merupakan turunan dari UU Sisdiknas belum dinyatakan batal atau dianggap masih berlaku. Apabila Pasal 34 ayat 1 dalam UU tersebut dapat direalisasikan, tentu domisili kampus bisa menjadi lebih luas karena merujuk kepada provinsi.

Perlu diketahui juga oleh masyarakat bahwa penyelenggaraan Prodi di luar domisili harus memiliki Surat Keputusan (SK) atau izin Menteri. Penyelenggaraan program studi di luar domisili tanpa izin Mendikbud (Menristek Dikti) merupakan program kelas jauh yang dilarang pemerintah.

Liputan : Muhiran
Editor    : Wakil Pimpinan Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *