Kata martabat berasal dari bahasa Latin “dignitas” yang berarti harga diri. Martabat merupakan hak seseorang untuk dihargai, dihormati dan diperlakukan secara etis. Hal tersebut merupakan konsep penting dalam bidang moralitas, etika, hukum juga politik dan berakar dari hak-hak yang melekat pada diri manusia serta tidak dapat dicabut.
Martabat juga dapat diartikan sebagai tingkat harkat kemanusiaan, harga diri, pangkat atau derajat yang dimiliki manusia, kesempatan untuk menjalani hidup sepenuhnya, rasa hormat terhadap kemampuan orang lain ataupun perlakuan yang sama bagi semua orang tanpa memandang usia, kondisi medis atau situasi sosial.
Banyak teori dan catatan sejarah yang menjelaskan kehancuran sebuah wilayah ataupun negeri, bahkan kehancuran sebuah peradaban akibat dari seorang pemimpin yang tidak bermartabat. Hal tersebut seyogyanya menjadi bahan pelajaran penting dalam mencintai juga menjaga kehidupan serta keutuhan berbangsa dan bernegara.
Uang dan hukum dalam kekuasaan yang disalah gunakan, literasi minim, Sumber Daya Manusia (SDM) pemimpin yang rendah serta sikap ego yang didukung premanisme dapat menjadi faktor utama hancurnya tatanan kehidupan suatu wilayah, negeri maupun peradaban.
Sejatinya sistem demokrasi dipergunakan untuk menghindari adanya pemimpin yang tidak bermartabat, karena sistem demokrasi lebih mementingkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran serta keterbukaan sebagai landasan hukum.
Dalam era kepemimpinan sekarang, jarang ditemukan adanya seorang pemimpin bermartabat, tidak sedikit pemimpin yang beranggapan bahwa uang adalah segalanya. Dengan uang mereka merasa dapat membeli hukum, hal tersebut didukung oleh oknum penegak hukum yang memiliki martabat tidak jauh berbeda dengan mereka. Martabat tinggi bagi mereka adalah memiliki banyak uang dan menyebabkan kejujuran serta keterbukaan menjadi sesuatu yang langka.
Tidak jarang, pengawas internal maupun eksternal yang memiliki martabat malah dipolitisasi supaya dianggap salah, mereka selalu dihindari, dimusuhi, diintimidasi dan berusaha untuk disingkirkan dengan berbagai cara. Kriminalisasi tersebut biasa dilakukan oleh seorang pemimpin tidak bermartabat agar dia bisa bebas untuk melakukan pelanggaran hukum yang berujung kepentingan ataupun keuntungan pribadi dengan mengorbankan masyarakat dan lingkungan.
Selain itu, oknum pengawas internal maupun eksternal yang tidak memiliki kompetensi juga memiliki andil dalam mendukung pemimpin yang tidak bermartabat. Mereka hanya bisa mengikuti arus dan memanfaatkan situasi demi kebutuhan perut tanpa memikirkan nasib teman seprofesi dan masyarakat serta kemajuan juga keutuhan bagi masa depan generasi berikutnya.
Perlu diingat bahwa, masyarakat yang memiliki sikap idealis mungkin masih bisa untuk dibungkam, namun alam tidak akan mampu untuk dibungkam. Alam akan mencari kebenaran dengan caranya sendiri yang dapat berimbas terhadap hancurnya sebuah wilayah, negeri ataupun suatu peradaban.
Penulis : Muhiran (Wapimred)
(Mahasiswa Prodi Hukum Universitas Tangerang Raya)
Artikel ini hanya ditayangkan di Media Online Centralpers.press, Penajournalis.com, Lintangpena.com dan Globalwarta.com. Apabila ada yang menayangkan artikel tanpa izin dapat dianggap sebagai tindakan plagiat.
Ikuti, Sukai dan berikan komentar di TikTok Central Pers Online, klik tautan :
https://www.tiktok.com/@redaksi.centralpers?_t=8qLQn8nGCOu&_r=1
Anda harus menginstal aplikasi TikTok sebelumnya.