Cirebon – centralpers – Pada Rabu, 15 Oktober 2025, Agung Sulistio selaku Pemimpin Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI), Ketua Umum Gabungan Media Online Cetak Ternama (GMOCT), serta Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (DPP II LPK-RI), menegaskan bahwa dugaan keterlibatan Kuwu Palimanan Barat, Subhan Nurakhir, dalam dua kasus narkoba tidak boleh dibiarkan. Ia menilai bahwa jika seorang kepala desa dapat lolos dari jerat hukum setelah dua kali diamankan kepolisian, publik pantas mempertanyakan integritas penegakan hukum. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang secara tegas mengatur sanksi pidana dan rehabilitasi bagi penyalahguna maupun pihak yang terlibat dalam peredaran narkoba.
Dugaan adanya praktik “86” sebagaimana diungkap melalui laporan ringsatu.id, diperkuat dengan pengakuan Subhan pada 26 September 2025 terkait pembayaran Rp 30 juta untuk mengurus perkara, dapat dikategorikan sebagai bentuk suap atau obstruction of justice. Jika fakta ini benar, maka unsur pidana dalam Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) patut diterapkan. Agung menilai bahwa kesan kebal hukum seperti ini mencederai asas persamaan di depan hukum (equality before the law) dan merusak kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Tak berhenti di situ, dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) dan Pendapatan Asli Desa (PAD) Palimanan Barat juga mengemuka. Sekitar 30 persen kegiatan disebut fiktif berdasarkan perbandingan laporan anggaran dengan realisasi lapangan. Jika terbukti, perbuatan tersebut dapat dijerat Pasal 3 dan Pasal 8 Undang-Undang Tipikor, serta melanggar ketentuan pengelolaan keuangan desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Kondisi ini menunjukkan adanya penyalahgunaan kewenangan dan potensi kerugian keuangan negara.
Agung Sulistio juga menyoroti ketertutupan Subhan terhadap media, yang bertentangan dengan kewajiban pejabat publik untuk membuka akses informasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ia menegaskan bahwa kepala desa adalah pelayan masyarakat, dan sikap menghindar dari wartawan mencerminkan lemahnya transparansi serta akuntabilitas pemerintahan. Menurutnya, jika aparat daerah dan inspektorat tidak bertindak, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan runtuh.
Sebagai tindak lanjut, Uyun Saeful Yunus menyatakan akan melayangkan laporan resmi ke BNN, Divisi Propam Polri, Kejaksaan Agung, KPK, Bupati Cirebon, dan Inspektorat Jawa Barat. Agung mendukung langkah tersebut dan menegaskan bahwa kasus ini harus dikawal sampai tuntas demi menegakkan supremasi hukum. Ia meminta agar seluruh aparat penegak hukum tidak ragu mengambil tindakan tegas terhadap setiap indikasi penyalahgunaan narkoba, praktik suap, dan korupsi dana desa, agar tidak terjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan di tingkat desa.
Sumber : AgungSBI
Editor : Chy