Cilacap – centralpers – Pemerintahan desa merupakan garda terdepan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan publik ditingkat lokal. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kedisiplinan dan profesionalisme perangkat desa sebagai unsur pelaksana. Permasalahan muncul ketika Kepala Desa mengalami kesulitan dalam menegakkan disiplin dan menjatuhkan sanksi terhadap perangkat desa yang melanggar ketentuan. Hal tersebut diduga terkait keterikatan politik dan relasi personal yang terbentuk dalam proses pemilihan kepala desa serta regulasi. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakefisienan birokrasi, lemahnya pengawasan internal serta menurunnya kinerja pemerintahan desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 67 Tahun 2017 yang merupakan perubahan atas Permendagri No. 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa memang telah mengatur pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Namun dalam praktiknya, diduga terdapat banyak laporan ataupun informasi terkait pelanggaran moral, etika, asusila dan hukum yang dilakukan perangkat desa tidak diberikan sanksi ataupun tindakan tegas akibat dari Peraturan Daerah (Perda) yang tidak mengakomodir serta Kades yang “tersandera” politik.
Munculnya kendala dalam penegakan disiplin perangkat desa dapat menyebabkan roda pemerintahan desa berjalan tidak maksimal. Salah satu masalah yang terjadi diduga adalah “terlilit nya” Kepala Desa pada relasi politik (jabatan, pilihan dan loyalitas), sehingga ketika ada perangkat desa yang melanggar aturan maka Kepala Desa merasa kesulitan mengambil tindakan tegas (including pemberhentian) meskipun regulasi telah mengatur. Kepala Desa, seringkali pada saat pemilihan maupun sebelum menjabat memiliki relasi politik kuat, misalnya tim sukses, jaringan dukungan, pengangkatan perangkat sebagai tim pendukung. Sehingga setelah menjabat, Kepala Desa bisa merasa “terikat” terhadap pihak-pihak yang telah mendukungnya, termasuk perangkat desa yang dilantik karena dukungan atau kedekatan, bukan murni kompetensi.
Untuk itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kabupaten/kota dapat dilibatkan dalam sistem pembinaan kepegawaian perangkat desa, khususnya dalam aspek evaluasi kinerja, penegakan disiplin dan pemberian sanksi. Namun secara kelembagaan, diperlukan adanya revisi dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa yang secara eksplisit mengatur keterlibatan BKD sebagai lembaga pembina kepegawaian perangkat desa di daerah. Selain itu, Pemerintah Kabupaten/Kota juga harus membuat atau menambahkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) untuk menegaskan wewenang BKD dalam pembinaan dan sanksi terhadap perangkat desa, hal tersebut tentu tidak boleh bertentangan dengan regulasi nasional seperti Undang‐Undang Desa, PP No. 43 tahun 2014 berikut amandemennya serta Permendagri No. 67 tahun 2017 (Asas Lex Superior Delograte Legi Inferiori).
Jika BKD yang menangani, maka dapat diterapkan standar nasional atau daerah yang seragam mengenai kriteria kompetensi, evaluasi kinerja, pelanggaran dan sanksi. Hal tersebut dapat mengurangi disparitas antar desa, menyederhanakan prosedur, terdapat indikator kinerja perangkat desa yang baku, adanya mekanisme pelanggaran yang jelas dan sanksi yang proporsional serta sesuai dengan independensi sekaligus profesionalisme BKD sebagai lembaga kepegawaian daerah yang memiliki kompetensi dalam bidang kepegawaian dibandingkan tugas pemerintahan desa yang bersifat politis dan operasional.
Dengan melibatkan BKD, diyakini akan meningkatkan objektivitas, profesionalisme serta konsistensi penegakan aturan tanpa membebani Kepala Desa secara politis dan psikologis. Penguatan peran BKD dalam tata kelola kepegawaian desa akan menjadi langkah strategis menuju terwujudnya pemerintahan desa yang efektif, transparan dan akuntabel, sekaligus membangun budaya kerja yang disiplin serta profesional dilingkungan pemerintahan desa. Sebab, perangkat desa memegang peranan yang sangat penting sebagai komponen pelaksana tugas-pokok dan fungsi Pemerintah Desa (sebagai unsur yang membantu Kepala Desa).
Dalam hal ini, BKD dapat dimasukkan sebagai kerangka penguatan tata kelola pemerintahan desa dan SDM desa agar lebih relevan supaya pembinaan kepegawaian serta sanksi terhadap perangkat desa tidak hanya murni berada di tangan Kepala Desa, melainkan melalui mekanisme kelembagaan yang lebih independen juga profesional. Dengan adanya fungsi kepegawaian dan penegakan disiplin dilaksanakan oleh BKD, Kepala Desa dapat fokus pada fungsi pimpinan langsung, koordinasi, pemberdayaan masyarakat serta pelayanan publik, tanpa harus “tersandera” oleh urusan pemberhentian perangkat yang penuh risiko politik. Kepala Desa tetap sebagai atasan langsung perangkat, tapi proses sanksi berada dalam mekanisme yang transparan dan profesional.
Dalam pelaksanaan pembinaan dan evaluasi kinerja perangkat desa, BKD akan menetapkan indikator kinerja perangkat desa berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang diatur dalam regulasi. BKD juga wajib melakukan pendampingan, pelatihan dan supervisi secara berkala bersama Pemerintah Desa. Apabila terdapat pelanggaran oleh perangkat desa, maka proses penanganan yang dapat dilakukan adalah melalui pengaduan atau temuan oleh Kepala Desa atau masyarakat yang disampaikan ke BKD kabupaten/kota melalui mekanisme yang transparan. Selanjutnya, BKD harus melakukan verifikasi independen, seperti memeriksa bukti dan memastikan prosedur telah dipenuhi. Jika terbukti, BKD bersama Kepala Desa langsung menerapkan sanksi sesuai regulasi yang ada seperti teguran, pemberhentian sementara sampai pemberhentian tetap sesuai dengan ketentuan Permendagri No. 67 tahun 2017 Pasal 5 ayat (3) dan menyebut
alasan pemberhentian.
Terkait pengusulan pengangkatan perangkat desa baru, Kepala Desa tetap melakukan pengusulan, tetapi rekomendasi dan pengumuman akan dilakukan melalui BKD, agar proses lebih terbuka dan akuntabel. BKD juga harus ikut memantau pelaksanaan pengangkatan, pemberhentian dan rotasi perangkat desa agar tidak terjadi praktik favoritisme atau politik lokal yang merugikan. Hal tersebut dapat meningkatkan akuntabilitas, sebab masyarakat memiliki mekanisme pengaduan ke BKD, sehingga proses sanksi lebih transparan dan tidak hanya bergantung pada kehendak Kepala Desa. Hal tersebut tentu dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam pemberhentian perangkat desa akibat alasan politis serta dapat mendorong peningkatan kinerja, karena dengan adanya pembinaan rutin dari BKD membuat perangkat desa bisa mendapatkan pelatihan dan evaluasi sehingga kompetensinya meningkat, pada akhirnya memperkuat pelayanan publik di desa.
Untuk memastikan hal tersebut, langkah awal yang perlu ditempuh adalah melakukan revisi atau penyempurnaan Permendagri No. 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana diubah dengan Permendagri No. 67 Tahun 2017 dengan menambahkan ketentuan baru yang menegaskan peran BKD kabupaten/kota sebagai pihak yang melakukan pembinaan kepegawaian terhadap perangkat desa, termasuk dalam hal evaluasi kinerja, pembinaan disiplin dan pengusulan sanksi. Selain itu, adanya penambahan aturan proses pemberian sanksi disiplin dan pemberhentian perangkat desa dapat dilakukan melalui koordinasi formal antara Kepala Desa, Camat dan BKD kabupaten/kota agar keputusan bersifat objektif, adil dan
terukur.
Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa bersama BKN dan Kementerian PANRB juga dapat membentuk tim harmonisasi kebijakan untuk merumuskan integrasi sistem kepegawaian perangkat desa dengan sistem pembinaan kepegawaian daerah (SIMPEG/BKD), tanpa mengubah status perangkat desa sebagai non-ASN, tetapi menjamin sistem pembinaan dan disiplin mereka seragam dan terukur. Sementara itu, Pemerintah kabupaten/kota dan BKD atau badan sejenisnya juga perlu menyediakan mekanisme untuk pembinaan, pengawasan serta pelaporan atas pelaksanaan pembinaan kepegawaian di desa secara berkala, sebagai bentuk monitoring serta evaluasi, sehingga kebijakan daerah selaras dengan regulasi nasional yang
baru.
Dengan adanya penguatan peran BKD dalam pembinaan dan penegakan disiplin perangkat desa melalui regulasi yang tegas ditingkat kementerian, Kepala Desa akan terbebas dari beban politik dan psikologis dalam menjatuhkan sanksi, sementara pemerintah desa akan memperoleh aparatur yang lebih profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat menjadi langkah konkret menuju tata kelola pemerintahan desa yang efektif, transparan dan berorientasi pelayanan publik.
Memperkuat peran BKD kabupaten/kota sebagai institusi yang menangani pembinaan kepegawaian dan pemberian sanksi terhadap perangkat desa adalah sebuah langkah strategis. Langkah ini dapat membantu mengatasi kendala bahwa Kepala Desa sulit menegakkan disiplin karena terbentur relasi politik lokal, sekaligus menata perangkat desa agar lebih profesional, disiplin dan akuntabel. Dalam jangka panjang, pemerintahan desa yang lebih optimal akan berdampak langsung ke pelayanan publik yang lebih baik, pembangunan desa yang lancar serta kepercayaan masyarakat yang meningkat terhadap pemerintahan desa.
Penulis : Muhiran/SK dan KB
Editor : Chy












