Cilacap, Central Pers – Kondusivitas sering menjadi tujuan utama dalam setiap kebijakan dan program pembangunan. Kita semua mendambakan suasana yang tenang, stabil dan harmonis agar roda pemerintahan berjalan lancar, ekonomi tumbuh serta masyarakat sejahtera. Namun, perlu kita ketahui bahwa kondusivitas yang didirikan diatas ketidakadilan itu tidak akan bertahan lama. Pemahaman ini bukan sekadar teori, melainkan kompas moral yang harus membimbing setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh pejabat berwenang.
Kita mungkin tergoda untuk menciptakan kondusivitas dengan cara instan dan seringkali mengabaikan keadilan, hal ini dapat terwujud dalam beberapa contoh seperti pembungkaman kritik, marginalisasi kelompok rentan, penegakan hukum yang tebang pilih dan penyelesaian konflik yang dangkal. Ketika suara-suara sumbang dibungkam atau protes dilarang, mungkin terkesan situasinya akan menjadi kondusif. Namun, hal tersebut hanyalah ketenangan palsu, karena ketidakpuasan dan kemarahan masyarakat tidak lenyap, melainkan terpendam serta menumpuk bagaikan bom waktu yang siap meledak.
Selain itu, jika kebijakan atau pembangunan hanya menguntungkan segelintir kelompok, sementara yang lain terpinggirkan, maka jurang sosial dan ekonomi akan melebar. Hal tersebut membuat kondusivitas yang tercipta hanya untuk mereka yang diuntungkan, bukan seluruh masyarakat. Kelompok yang terpinggirkan akan terus merasa tidak diperlakukan secara adil yang dapat menumbuhkan benih-benih konflik dimasa yang akan datang. Hal ini diperparah ketika hukum hanya tajam kebawah namun tumpul keatas, masyarakat lemah dihukum berat sementara yang kuat bisa luput dari hukuman dapat menyebabkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan hancur. Institusi hukum yang seharusnya menjadi benteng keadilan justru menjadi sumber ketidakadilan dan menyebabkan masyarakat merasa tidak aman karena mereka tidak percaya pada perlindungan hukum yang ada.
Tidak sedikit konflik sosial yang ditutupi atau diselesaikan hanya dipermukaan tanpa menyentuh akar masalah, seperti ketidakadilan dalam distribusi sumber daya atau diskriminasi. Kondusivitas semacam ini ibarat memadamkan api dengan pasir; api tidak benar-benar padam, hanya tertutup sementara. Pengalaman sejarah dan realitas sosial diberbagai wilayah telah berulang kali membuktikan bahwa kondusivitas yang dibangun diatas ketidakadilan merupakan fatamorgana. Ia bisa tampak nyata untuk sesaat, namun pada akhirnya akan runtuh dihempas gelombang ketidakpuasan, frustrasi dan bahkan pemberontakan.
Keadilan bukan sekadar idealisme kosong, melainkan prasyarat mutlak bagi terciptanya masyarakat yang stabil dan harmonis. Ketika keadilan ditegakkan, maka kepercayaan serta partisipasi publik akan terjamin dan meningkat. Masyarakat akan merasa bahwa hak-hak mereka dihormati, ada harapan untuk perlakuan yang setara dan pemerintah berpihak kepada kepentingan seluruh rakyat, bukan segelintir kelompok. Kepercayaan inilah yang harus dibuat karena merupakan perekat sosial paling terkuat.
Jika masyarakat merasa diperlakukan adil, mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam pembangunan, memberikan masukan dan berkontribusi positif. Mereka tidak akan merasa perlu melakukan perlawanan atau kritik destruktif karena ruang untuk bersuara serta berpartisipasi sudah tersedia secara adil. Kita harus memahami bahwa akar konflik sosial sering berasal dari ketidakadilan ekonomi, sosial maupun politik. Dengan menegakkan keadilan, kita secara proaktif menghilangkan potensi-potensi konflik tersebut. Konflik yang muncul pun dapat diselesaikan melalui mekanisme yang adil dan transparan, sehingga tidak berkembang menjadi kekerasan luas.
Penting juga untuk diperhatikan bahwa pembangunan yang adil adalah pembangunan yang inklusif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ketika hasil pembangunan dirasakan oleh semua, dukungan terhadap pembangunan akan kuat serta mendorong keberlanjutan yang membuat lingkungan lebih kondusif untuk investasi, pertumbuhan ekonomi juga akan tercipta karena stabilitas yang hakiki. Karena pemerintah yang konsisten menegakkan keadilan akan mendapatkan legitimasi kuat dari rakyatnya, ini bukan hanya dari kotak suara, melainkan legitimasi moral yang tak tergoyahkan. Dengan legitimasi yang kuat, pemerintah dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien tanpa hambatan berarti.
Sebagai elemen penting dalam masyarakat, kita memegang kunci dalam mewujudkan keadilan dan kondusivitas sejati. Tanggung jawab ini bukanlah beban, melainkan kehormatan dan kesempatan untuk meninggalkan warisan berarti bagi generasi penerus bangsa. Beberapa aspek krusial yang bisa diperankan dan sangat menentukan adalah perumusan serta implementasi kebijakan yang berpihak pada keadilan, karena setiap kebijakan yang disusun harus melewati saringan keadilan. Kebijakan ini akan berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat dan memastikan akses setara terhadap sumber daya.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil kebijakan diantaranya adalah kebijakan afirmatif yang memberikan perlakuan khusus sementara kepada kelompok yang tertinggal untuk mencapai kesetaraan akses. Distribusi sumber daya yang adil untuk memastikan bahwa anggaran, fasilitas publik serta peluang ekonomi tersebar merata dan tidak hanya terpusat di satu wilayah atau kelompok juga terdapat regulasi yang melindungi hak-hak dasar untuk mencegah eksploitasi, melindungi lingkungan juga memastikan standar hidup yang layak bagi semua.
Tidak kalah penting adalah penegakan hukum yang tegas, transparan dan tidak memihak karena kita memiliki tanggung jawab moral serta profesional untuk memastikan semua masyarakat sama dimata hukum, proses hukum yang transparan, akses terhadap keadilan, pemberantasan korupsi, membuka ruang partisipasi dan dialog, konsultasi publik yang bermakna serta mekanisme pengaduan yang efektif.
Lebih lanjut, menghargai kebebasan berpendapat, membangun kapasitas diri dan institusi, peningkatan Integritas, pengembangan kompetensi, empati dan kepekaan sosial dan reformasi birokrasi menjadi tantangan dan komitmen yang tidak mudah untuk membangun kondusivitas diatas keadilan. Kita akan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kepentingan pribadi (vested interest), resistensi terhadap perubahan, hingga keterbatasan sumber daya. Namun, kita memiliki kapasitas dan amanah untuk mengatasi tantangan tersebut.
Ini membutuhkan komitmen yang teguh serta berkelanjutan. Komitmen sebelum mengambil sebuah keputusan yang didasari suara-suara yang sering terpinggirkan dan berdiri teguh melawan tekanan yang ingin mengkompromikan prinsip-prinsip keadilan. Setiap tindakan yang kita lakukan memiliki dampak. Namun, kondusivitas sejati bukanlah tentang ketiadaan masalah, melainkan tentang kapasitas masyarakat untuk mengatasi masalah secara damai dan adil. Ini adalah tentang keyakinan bahwa setiap individu memiliki tempat serta hak yang sama dibawah payung hukum dan kebijakan.
Mari kita jadikan keadilan sebagai lentera yang menerangi setiap langkah kita. Mari kita bangun kondusivitas yang kokoh, bukan diatas pasir ketidakadilan yang rapuh, melainkan diatas pondasi batu keadilan yang abadi. Hanya dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa stabilitas yang kita ciptakan adalah stabilitas yang berkelanjutan, membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan menjadi warisan kebanggaan bagi generasi mendatang.
Ingat !!!….. “Kondusifitas sejati hanya akan tercapai didasarkan keadilan, jika kondusifitas dibangun diatas ketidakadilan, ia tidak akan bertahan lama.”
Penulis : Muhiran
(Wakil Pimpinan Redaksi Media Centralpers.press)