Dinamika Risiko Sukuk Bank Syariah di Tengah Pasar Cepat

Bogor – centralpers – Apa yang terlintas dalam benakmu ketika mendengar kata “investasi”?. Kesempatan. Keuntungan. Tapi tahukah kamu, bank yang memiliki aset dan uang sebanyak itu ternyata juga butuh investasi. Investasi yang dilakukan menjadi salah satu strategi bagi bank untuk mengelola dan melindungi bank dari risiko ekonomi dan pasar yang tidak stabil. Dari banyaknya instrumen investasi, tentu ada pertimbangan dan ketentuan yang sesuai dengan keadaan dan prinsip yang sesuai dengan syariah, terutama bagi bank syariah.

Sukuk negara dengan kupon tetap adalah instrumen investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Akad yang sering digunakan adalah akad ijarah dan mudharabah. Dalam instrumen ini investor akan mendapatkan imbal hasil secara berkala. Hal ini selaras dengan prinsip syariah yang melarang bunga dan spekulasi. Disisi lain, sukuk juga memberikan jaminan keamanan yang didukung oleh aset riil dan proyek pemerintah.

Imbal hasil yang tetap menjadi daya tarik bagi investor karena memberikan stabilitas pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi lainnya. Dengan pendapatan yang stabil, bank syariah dapat merencanakan keuangan dengan lebih baik dan mengurangi risiko volatilitas pasar. Stabilitas ini menjadikan sukuk dengan kupon tetap sebagai pilihan yang lebih aman bagi investor yang mencari pendapatan yang konsisten.

Hubungan antara imbal hasil pasar dan harga obligasi, termasuk sukuk, bersifat terbalik: kenaikan imbal hasil pasar biasanya menyebabkan penurunan harga sukuk. Hal ini disebabkan oleh preferensi investor terhadap imbal hasil yang lebih tinggi. Apabila sukuk yang dimiliki investor menawarkan imbal hasil tetap yang lebih rendah dibandingkan imbal hasil pasar, mereka cenderung menjual sukuk tersebut, yang pada akhirnya menekan harganya. Sebaliknya, penurunan imbal hasil pasar akan mendorong kenaikan harga sukuk karena imbal hasil tetap yang ditawarkan sukuk menjadi relatif lebih menarik.

Sebagai ilustrasi, jika sebuah bank memiliki sukuk dengan kupon tetap sebesar 5%, dan imbal hasil pasar meningkat menjadi 6%, maka nilai sukuk tersebut akan mengalami penurunan. Dalam kondisi tersebut investor akan lebih memilih instrumen investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Bank tersebut kemungkinan harus menjual sukuk nya dengan harga yang lebih rendah agar dapat menarik minat pembeli. Situasi ini menentukan pentingnya pemahaman terhadap dinamika imbal hasil pasar dalam pengelolaan portofolio investasi, karena perubahan imbal hasil dapat berdampak pada valuasi dan stabilitas keuangan bank.

Penurunan harga sukuk berpotensi menimbulkan kerugian mark-to-market pada portofolio investasi bank. Hal ini menunjukkan nilai pasar sukuk tersebut jatuh di bawah harga perolehannya. Kerugian ini kemudian wajib dicatat dalam laporan keuangan bank sebagai penurunan nilai aset yang berdampak pada pengurangan nilai total portofolio investasi. Implikasi penurunan harga sukuk terhadap laporan keuangan bank mencakup potensi penurunan profitabilitas akibat kerugian yang dibukukan. Selain itu, tekanan pada modal bank dapat meningkat seiring dengan menyusutnya nilai aset, sehingga mengurangi kemampuan bank untuk menyalurkan pembiayaan baru. Dengan demikian, penerapan manajemen risiko yang efektif menjadi krusial untuk menjaga stabilitas keuangan bank dalam menghadapi dinamika pasar.

Ketika harga sukuk mengalami penurunan, bank yang memiliki sukuk dalam portofolio investasinya berpotensi mengalami kerugian yang dikenal sebagai kerugian mark-to-market. Kondisi ini mengindikasikan bahwa nilai sukuk yang tercatat dalam laporan keuangan bank menjadi lebih rendah dibandingkan nilai yang dibayarkan saat pembelian. Kerugian ini tidak hanya memengaruhi nilai aset bank, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas finansial bank. Terutama apabila penurunan harga terjadi secara signifikan atau berkelanjutan.

Kerugian mark-to-market yang diakibatkan oleh penurunan harga sukuk dapat memberikan dampak negatif pada laporan keuangan bank. Dampak tersebut antara lain penurunan profitabilitas karena nilai aset yang menyusut berpotensi mengurangi pendapatan yang dihasilkan dari investasi tersebut. Selain itu, apabila kerugian ini cukup substansial, dapat menimbulkan tekanan terhadap modal bank, yaitu dana yang dialokasikan untuk menutupi kerugian dan menjaga keberlangsungan operasional bank. Dengan kata lain, penurunan harga sukuk tidak hanya berdampak pada nilai investasi, tetapi juga berpotensi mengganggu kesehatan keuangan bank secara menyeluruh.

Diversifikasi portofolio investasi merupakan strategi yang diterapkan untuk meminimalkan risiko yang terjadi. Melalui portofolio investasi yang beragam dapat mengurangi ketergantungan pada instrumen tunggal. Dengan sukuk negara, diversifikasi dapat menarik karena sifatnya berbeda dengan instrumen pasar uang atau saham. Selain itu, sukuk memungkinkan bank syariah berinvestasi dalam surat berharga yang sah sesuai dengan ketentuan syariah. Melalui cara ini, bank dapat melindungi nilai total portofolio mereka dan memitigasi dampak fluktuasi harga yang sulit diprediksi.

Di sisi lain, penerapan strategi pengelolaan aset-liabilitas (ALMA) sangat krusial bagi bank untuk memastikan keselarasan antara durasi investasi dan kebutuhan likuiditas di masa mendatang. ALMA memfasilitasi bank dalam mencocokkan waktu jatuh tempo aset yang dimiliki (sukuk) dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Dengan penyesuaian durasi ini, bank dapat menghindari risiko likuiditas dan menjamin ketersediaan dana yang memadai untuk memenuhi kewajiban tanpa terpaksa menjual aset dalam kondisi pasar yang kurang ideal. Dalam konteks diversifikasi portofolio, strategi ALMA juga berperan penting dalam membantu bank memilih kombinasi aset yang tidak hanya terdiversifikasi, tetapi juga sejalan dengan kebutuhan likuiditas mereka.

Bank yang berfokus pada investasi jangka panjang berupaya memberikan keuntungan yang stabil dan berkesinambungan bagi nasabahnya. Guna mengelola potensi risiko yang timbul akibat fluktuasi pasar, bank dapat memanfaatkan strategi hedging berbasis syariah yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Hedging ini membantu bank melindungi nilai investasi mereka tanpa melanggar prinsip syariah, seperti praktik spekulasi (maisir) atau riba. Dengan demikian, bank dapat menjaga stabilitas keuangan dan memberikan kepastian kepada nasabah mengenai keamanan investasi mereka.

Regulator memegang peranan krusial dalam memberikan pedoman kepada bank terkait pengelolaan risiko pasar, termasuk risiko yang berkaitan dengan sukuk. Dalam bank syariah mencakup Dewan Pengawas Syariah (DPS). Regulator berfungsi sebagai penetapan kebijakan dan standar yang memandu bank dalam memahami cara untuk melindungi bank dari fluktuasi harga dan ketidakpastian pasar. Melalui pedoman ini, bank dapat mengimplementasikan strategi hedging yang lebih efektif dan sesuai dengan prinsip syariah. Dan juga tidak hanya melindungi investasi jangka panjang, tetapi juga memastikan bahwa seluruh praktik keuangan tetap mematuhi aturan yang berlaku. Hal ini menciptakan siklus yang lebih kondusif bagi nasabah dan meningkatkan kepercayaan terhadap sistem perbankan syariah.

Mengelola dinamika risiko sukuk di tengah fluktuasi pasar perlu memperkuat melalui diversifikasi portofolio investasi dan manajemen risiko yang efektif, terutama dengan mengadopsi strategi hedging berbasis syariah untuk melindungi nilai investasi tanpa melanggar prinsip syariah. Penerapan pengelolaan aset-liabilitas (ALM) yang tepat juga krusial agar bank dapat menjaga likuiditas dan mengurangi risiko kerugian mark-to-market. Kerja sama yang erat dengan regulator dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) akan memastikan kebijakan dan praktik keuangan tetap sesuai dengan aturan yang berlaku, menciptakan stabilitas, dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank syariah.

Sumber Berita  : Kayla Amala Nazarudin Mahasiswi Prodi Manajemen Bisnis Syariah IAI Tazkia Bogor

Editor :  Chy

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *