Cilacap – centralpers – Meriahnya puncak peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-80 di desa Muktisari diakhir dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Dengan menampilkan Ki Dalang Guntur Riyanto dan mengambil lakon “Janoko Mbangun Kesatrian”. Kegiatan dilaksanakan di balai desa Muktisari kecamatan Gandrungmangu kabupaten Cilacap pada Sabtu, (23/08/2025).
Hadir dalam kegiatan tersebut diantaranya adalah Anggota DPRD kabupaten Cilacap dari Fraksi Gerindra Suheri, Camat Gandrungmangu Fathan Adi Chandra, S.STP., MM yang diwakili oleh Sekcam Tuyar, SE., Kapolsek Gandrungmangu Iptu Budi Pitoyo, SH bersama Bhabinkamtibmas, Danramil Gandrungmangu Kapt. Inf. Sutarman, SH yang diwakili oleh Babinsa, Kades Muktisari Salimun bersama Sekdes Rudi Saefi, SH dan seluruh perangkat desa, Kades Rungkang Susanto, Kades Karanggintung Turmono, Kades Karanganyar Rizkianasari, SE., BPD., PKK., Tokoh masyarakat, Tokoh Agama, RT serta RW juga masyarakat.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia HUT RI ke-80 desa Muktisari menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah mendukung seluruh kegiatan perayaan HUT RI ke-80 di desa Muktisari, ungkapnya.
Beliau menjelaskan bahwa dalam perayaan HUT RI ke-80 di desa Muktisari, banyak kegiatan yang harus mendapatkan apresiasi yang tinggi seperti adanya detik-detik proklamasi yang dilaksanakan dibeberapa tempat, pemasangan bendera dan umbul-umbul yang cukup meriah serta beberapa perlombaan yang telah dilaksanakan. Seluruh kegiatan diakhiri dengan pentas wayang kulit semalam suntuk, ujarnya.
Sementara itu, Kades Muktisari dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas terlaksananya seluruh kegiatan peringatan HUT RI ke-80 dengan sukses, tema tahun ini adalah “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”, jelasnya.
Salimun menambahkan bahwa, pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini bukan diadakan oleh pemerintah desa, tetapi diadakan oleh seluruh masyarakat Muktisari, katanya.
Ada sebuah kisah yang terukir dan tak lekang oleh waktu dalam lakon wayang kulit Janoko Mbangun Kesatrian. Lakon ini mengisahkan perjalanan dan sisi rapuh Arjuna atau Janoko, seorang ksatria Pandawa yang dikenal karena ketampanan dan kemampuannya memanah untuk mencari makna sejati kehidupan. Arjuna pun bertemu dengan resi Begawan Mintaraga yang tak lain adalah wujud penjelmaan Dewa Wisnu, kemudian menasihatinya bahwa hakikat seorang ksatria sejati bukanlah terletak pada kekayaan atau kekuasaan, melainkan pada kemampuan untuk mengendalikan diri. Kekuatan terbesar ada dalam batin, bukan pada senjata.
Nasihat tersebut menyentuh hati Arjuna, ia pun mulai menjalani laku batin yang keras, menyingkirkan segala nafsu duniawi dan belajar untuk merenungkan diri serta memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari luar, melainkan dari dalam.
Hingga suatu hari, sebuah ujian besar datang, namun semua ujian itu berhasil ia hadapi karena tekadnya yang kuat sehingga mendapatkan sebuah pencerahan. Ia menyadari bahwa membangun sebuah kesatrian bukan hanya tentang membangun sebuah bangunan fisik, tetapi tentang membangun batin. Kesatrian sejati adalah jiwa yang bersih, hati yang lapang dan pikiran yang jernih.
Lakon Janoko Mbangun Kesatrian adalah cerminan dari pergulatan batin manusia dalam mencari makna kehidupan. Filosofi yang terkandung didalamnya mengajarkan kita bahwa pembangunan spiritual lebih penting dari pembangunan material. Kekayaan dan kekuasaan hanyalah fana, tetapi ketenangan batin adalah kebahagiaan sejati yang abadi dan musuh terbesar manusia adalah diri sendiri. Nafsu, keserakahan serta emosi negatif adalah rintangan yang harus ditaklukkan. Karena seorang pemimpin sejati harus memiliki kebijaksanaan dan kebersihan hati, kekuatan fisik tanpa kendali diri hanyalah sebuah kehampaan.
Pada akhirnya, Arjuna kembali dengan pemahaman baru, ia tak lagi berjuang demi kemenangan dan kekuasaan semata, melainkan demi kebenaran. Lakon ini mengingatkan kita bahwa perjalanan mencari jati diri adalah perjalanan terpenting dalam hidup, serta kemenangan terbesar adalah saat kita berhasil menaklukkan diri sendiri.
Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa, selain di desa Muktisari Gandrungmangu, pentas wayang kulit juga dilaksanakan di desa Tinggarjaya kecamatan Sidareja. Dengan menghadirkan Ki Dalang Tedjo Gubrak, pagelaran tersebut mengambil lakon Srikandi Krida yang merupakan salah satu cerita wayang kulit cukup terkenal. Cerita ini fokus pada sosok Srikandi, seorang putri dari Kerajaan Pancala yang dikenal sebagai seorang prajurit wanita yang gagah berani.
Dalam lakon Srikandi Krida, Srikandi menghadapi tantangan besar untuk membuktikan kemampuannya. Ia harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk melawan musuh-musuh yang meremehkannya karena ia adalah seorang wanita. Dengan latihan keras dan bimbingan dari Arjuna, Srikandi berhasil mengalahkan lawan-lawannya. Kemenangan ini bukan hanya membuktikan kemampuannya dalam seni perang, tetapi juga mengangkat derajat kaum wanita di mata masyarakat.
Lakon Srikandi Krida memiliki beberapa filosofi mendalam yang relevan di desa Tinggarjaya, diantaranya adalah kesetaraan gender karena lakon ini menyoroti bahwa kemampuan dan keberanian tidak dibatasi oleh gender. Srikandi membuktikan bahwa wanita juga memiliki hak dan potensi yang sama dengan pria untuk menjadi pemimpin, pejuang atau apapun yang mereka cita-citakan. Srikandi berhasil menguasai panah bukan karena bakat semata, melainkan karena latihan yang gigih dan disiplin tinggi. Hal ini mengajarkan kita bahwa untuk meraih kesuksesan, diperlukan kerja keras, kesabaran dan konsistensi (Ketekunan dan Disiplin).
Selain itu, mencari ilmu dari guru yang tepat, Srikandi memilih Arjuna sebagai gurunya yang merupakan seorang ahli panah terbaik. Ini menunjukkan pentingnya belajar dari sumber yang kompeten dan berintegritas untuk mencapai hasil yang maksimal. Terakhir adalah berani menghadapi tantangan dengan keberanian, Srikandi tidak gentar menghadapi tantangan, bahkan saat banyak orang meremehkannya. Kisah ini mengajarkan kita untuk menghadapi segala rintangan dengan kepala tegak dan tidak mudah menyerah.
Liputan : Muhiran
Editor : Chy