Ketua Umum GMOCT , Ketua K3S Jawa Barat, dan Kuasa Hukum K3S Jawa Barat Soroti Pemberhentian Kepala Sekolah: “Langgar Aturan dan Merusak Marwah Pendidikan”

Jakarta, (GMOCT) – centralpers – Ketua Umum Gabungan Media Online Cetak Ternama (GMOCT), Agung Sulistio, melontarkan kritik tajam terhadap praktik pemberhentian sejumlah Kepala Sekolah yang dilakukan secara sepihak oleh beberapa Dinas Pendidikan di daerah. Ia menilai, tindakan itu bukan hanya bentuk kesewenang-wenangan birokrasi, tetapi juga bertentangan langsung dengan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 Pasal 24, yang secara jelas memperbolehkan perpanjangan masa jabatan bagi Kepala Sekolah berprestasi dan masih dibutuhkan satu periode tambahan. “Langkah ini tidak sekadar maladministrasi, tetapi juga mengoyak keadilan bagi para pendidik yang telah berjuang membangun mutu pendidikan di daerah,” tegas Agung.

Menurut Agung, banyak Kepala Sekolah diberhentikan tanpa evaluasi objektif atau dasar penilaian kinerja yang sah. Hal ini, katanya, menimbulkan stigma negatif dan mencederai integritas dunia pendidikan. “Para Kepala Sekolah yang telah membuktikan dedikasi dan prestasinya justru diperlakukan seolah bermasalah. Padahal, sebagian besar diberhentikan hanya karena alasan administratif. Ini bentuk penindasan terhadap profesionalisme tenaga pendidik,” ujarnya lantang.

Sementara itu, Bambang L.A. Hutapea, S.H., M.H., C.Med., Kuasa Hukum K3S Jawa Barat, menegaskan bahwa kebijakan pemberhentian tanpa dasar evaluasi jelas merupakan maladministrasi pemerintahan. Ia mengacu pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menegaskan bahwa setiap keputusan pejabat publik wajib berasaskan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. “Jika pejabat publik mengeluarkan keputusan tanpa dasar hukum dan penilaian kinerja yang sah, maka keputusan tersebut cacat hukum dan dapat dibatalkan,” tegas Bambang.

Agung Sulistio menambahkan, kebijakan pemberhentian Kepala Sekolah secara massal telah menimbulkan efek domino terhadap stabilitas dunia pendidikan. Banyak Kepala Sekolah yang kini terombang-ambing tanpa kejelasan penugasan, sementara sistem penempatan guru melalui Dapodik tidak dapat menampung mereka dengan cepat. “Mereka kehilangan jabatan tanpa penjelasan yang masuk akal, padahal pengabdian mereka sudah terbukti. Ini bukan sekadar kebijakan keliru, tetapi kegagalan tata kelola pendidikan,” kata Agung dengan nada kecewa.

Selain dampak personal, Agung menilai kebijakan itu juga menciptakan distorsi sosial di masyarakat. “Ini pembunuhan karakter terhadap insan pendidikan yang telah berjuang menjaga mutu sekolah di tengah keterbatasan. Pemerintah seharusnya melindungi mereka, bukan menyingkirkan,” ujarnya menegaskan.

Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Provinsi Jawa Barat, Ida Suprida, S.Pd., M.M., turut angkat bicara menanggapi polemik yang menimpa para kepala sekolah. Ia menegaskan bahwa K3S Jawa Barat akan memberikan dukungan penuh dan pembelaan kepada seluruh anggota yang mengalami perlakuan tidak adil, baik dalam proses mutasi, pemberhentian, maupun kasus yang berimplikasi hukum.

“Kami tidak akan tinggal diam ketika ada anggota yang dirugikan atau diperlakukan tidak sesuai aturan. K3S Jawa Barat siap mendampingi dan mendorong proses hukum hingga tercapai keadilan yang sebenar-benarnya,” tegas Ida Suprida, S.Pd.,M.M.

Bambang L.A. Hutapea, S.H.,M.H.,C.Med menambahkan, setiap pejabat publik wajib menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle) dalam pengambilan keputusan. “Dalam konteks hukum administrasi, keputusan yang tidak memenuhi syarat objektivitas dan proporsionalitas bisa digugat ke PTUN, dan Surat Putusan tersebut bisa di batalkan oleh PTUN berdasarkan pasal 53 ayat (1) UU Nomor 51 tahun 2009 atau dilaporkan ke Ombudsman RI. Pemerintah daerah harus ingat, jabatan bukan milik pribadi, melainkan amanah publik,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Agung Sulistio menegaskan bahwa GMOCT bersama Ketua K3S Jawa Barat serta Kuasa Hukum K3S Jawa Barat, akan terus mengawal dan mengadvokasi persoalan ini agar kebijakan pemerintah tetap sejalan dengan koridor hukum. Ia juga mendesak Kemendikbudristek untuk segera melakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025. “Kami tidak menolak kebijakan, tetapi kami menolak ketidakadilan. Dunia pendidikan harus dijaga dari keputusan yang serampangan dan tidak berpihak pada kebenaran. Pendidikan adalah panggilan nurani, bukan sekadar administrasi jabatan,” pungkas Agung dengan tegas dan penuh penekanan moral.

(Sumber : Red-SBI)

GMOCT  :  Gabungan Media Online dan Cetak Ternama

Editor  :  Chy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *