Cilacap, Central Pers – Banyak dugaan pelanggaran yang terjadi dalam pembentukan komite sekolah di kabupaten Cilacap Jawa Tengah, hal tersebut diduga terjadi mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Salah satunya adalah terlibatnya oknum anggota TNI/Polri aktif yang menduduki jabatan komite sekolah.
Komite sekolah merupakan lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dasar hukum komite sekolah yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 75 Tahun 2016 yang diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham pada tanggal 30 Desember 2016. Permendikbud ini ditetapkan dengan mempertimbangkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Salah satu hal yang diatur dalam Permendikbud No. 75 Tahun 2016 adalah siapa saja yang boleh atau tidak boleh menjabat sebagai komite sekolah. Pada Pasal 4 ayat (1) menjelaskan unsur apa saja yang diperbolehkan serta persentase maksimal unsur tersebut di komite sekolah. Tiga unsur tersebut diantaranya adalah orang tua/wali siswa yang masih aktif di sekolah tersebut paling banyak 50%, tokoh masyarakat paling banyak 30% dan pakar pendidikan paling banyak 30%.
Sementara itu, ayat (3) pasal yang sama dalam Permendikbud tersebut menjelaskan siapa saja yang dilarang menjadi anggota komite sekolah. Pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan, Penyelenggara sekolah yang bersangkutan, Perangkat Desa, Forum koordinasi pimpinan kecamatan, Forum koordinasi pimpinan daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau Pejabat pemerintah/pemerintah daerah yang membidangi pendidikan serta anggota TNI/Polri aktif adalah unsur yang tidak boleh menduduki komite sekolah.
Perlu diketahui masyarakat bahwa, Pasal 47 Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatur bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Namun, terdapat beberapa jabatan sipil yang boleh diisi oleh prajurit TNI aktif, tetapi hal tersebut harus sesuai kebijakan presiden. Jabatan sipil yang diperbolehkan diantaranya adalah jabatan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPB/SAR), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Pengamanan Perbatasan dan Mahkamah Agung.
Anggota TNI aktif yang merangkap jabatan sipil atau terlibat dalam kegiatan politik praktis dapat dikenakan sanksi disiplin militer berupa teguran, penahanan disiplin ringan paling lama 14 hari atau penahanan disiplin berat paling lama 21 hari.
Selain anggota TNI aktif, larangan juga berlaku kepada anggota Polri untuk menduduki jabatan komite sekolah, hal tersebut tertuang pada Pasal 28 ayat (3) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki satu jabatan, untuk menduduki jabatan lain diluar kepolisian maka seorang anggota Polri harus mengundurkan diri atau sudah pensiun.
Sanksi yang dikenakan kepada anggota Polri aktif yang merangkap jabatan terdapat pada Pasal 28 ayat (1) huruf b Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelidikan Pelanggaran Disiplin Anggota Polri yang melarang anggota kepolisian melakukan kegiatan usaha atau rangkap jabatan.
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga dijelaskan terkait larangan rangkap jabatan bagi pelaksana pelayanan publik, terutama menjadi komisaris dan pengurus usaha langsung suatu organisasi. Larangan rangkap jabatan anggota TNI/Polri bertujuan untuk menghindari benturan kepentingan dan memastikan anggota TNI/Polri mencurahkan seluruh tenaga, pikiran juga perhatiannya pada tugas serta kewajibannya.
Walaupun susunan komite sekolah yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan anggota dipilih melalui rapat yang dihadiri orang tua/wali murid dan ditetapkan oleh kepala sekolah, tidak jarang rapat tersebut dinilai kurang demokratis karena kurangnya waktu, usulan dan tanggapan dari peserta. Sehingga tidak jarang anggota komite sekolah yang terpilih merupakan orang itu-itu saja tanpa pergantian, padahal aturan masa jabatan keanggotaan komite sekolah adalah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan, hal tersebut dijelaskan pada Pasal 8 Permendikbud No. 75 Tahun 2016.
Dilihat dari filsafat hukum, anggota TNI/Polri yang menjabat sebagai komite sekolah tidaklah sesuai, karena menurut peraturan perundang-undangan, hal tersebut dilarang. Alasan anggota TNI/Polri aktif mengaku sebagai wali murid karena anaknya merupakan siswa sekolah yang bersangkutan sehingga menjadikan dirinya bisa menjabat komite sekolah juga tidak sesuai. Hal tersebut merupakan sikap egois yang tidak memberikan kesempatan wali murid lain untuk menjabat dan memberikan masukan terkait kebijakan pendidikan, menggalang dana serta mengawasi pelaksanaan pendidikan di sekolah tersebut.
Penulis : Muhiran
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tangerang Raya)
Ikuti, sukai dan berikan komentar di TikTok Central Pers Online, klik tautan :
https://www.tiktok.com/@redaksi.centralpers?_t=8qLQn8nGCOu&_r=1
Untuk menginstal aplikasi TikTok klik tautan https://vt.tiktok.com/ZSjysWFhr/
masukkan kode undangan 72731108281