Cilacap – centralpers – Setelah pemberitaan sebelumnya yang menyoroti kejanggalan dalam proyek pembangunan di desa Ciklapa kecamatan Kedungreja kabupaten Cilacap, tindak lanjut yang diharapkan publik masih sangat minim. Hingga saat ini, satu-satunya respons nyata dari pihak desa adalah dicopotnya prasasti yang sebelumnya dipasang didalam area jalan.
Sorotan media sebelumnya, fokus pada penggunaan Anggaran Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Tengah senilai Rp. 200.000.000. Salah satu poin yang paling dipertanyakan adalah alokasi dana swadaya masyarakat yang dinilai terlalu kecil, hanya sebesar 1% dari total anggaran. Angka ini memicu pertanyaan tentang sejauh mana partisipasi dan kontribusi warga dalam banyaknya proyek pembangunan infrastruktur di desa tersebut yang bertujuan mensejahterakan masyarakat.
Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh awak media masih menemui jalan buntu hingga pada hari Sabtu (02/08/2025), Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), yang diwakili oleh Kadus S, berhasil ditemui dilokasi proyek. Namun, alih-alih memberikan penjelasan, Kadus S justru menyarankan agar awak media langsung bertemu dengan Kepala Desa. “Untuk tanggapan yang lebih sesuai, silakan langsung bertemu dengan Bu Kades di kantornya,” ujar Kadus S singkat.
Terkait swadaya masyarakat yang 1%, Kades Ciklapa Kinki Narti Budi Utami, SH ditemui awak media dikantornya menjelaskan bahwa, masyarakat lebih cenderung minta dibantu, mereka sulit untuk diberitahukan, sekarang (pemerintah desa-red) sedang pembelajaran untuk mengambil hati agar peduli dengan gotong royong (untuk masyarakat-red), ungkapnya pada Senin (04/08/2025).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dahulu persaudaraan dan kegotongroyongan kuat, namun saat ini luntur sehingga akan digali kembali. Hal ini harus dipikirkan secara hati-hati, kalau terjadi kesalahan nanti dianggap pungli dan itu menyulitkan. Dana swadaya itu tidak ada ketentuan harus berapa persen, sehingga saya tidak mau memaksakan kehendak harus sekian persen, seikhlasnya saja, lanjutnya.
Artikel terkait, klik tautan :
Ditanyakan terkait TPK dilapangan adalah Kadus S yang bukan Kepala Dusun dilokasi pembangunan, Kinki menjelaskan bahwa, terkait TPK itu urusan Kasi Kesra, yang penting bisa kerjasama dalam pekerjaan dan mendapatkan hasil maksimal, jelasnya.
Artikel terkait, klik tautan :
Kades menekankan kepada awak media bahwa, kalau mau cari yang macam-macam (informasi), desa J itu lebih besar dan menakutkan, jangan hanya desa Ciklapa karena sudah ada yang mengawasi, memantau dan mengajari, ujarnya.
Ia justru menganggap awak media seolah-olah akan membuat jatuh mental, sehingga ia mempertanyakan independensi media, termasuk kelengkapan surat tugas serta menambahkan bahwa awak media lebih suka mengungkap hal-hal yang kecil di desa Ciklapa dengan pertanyaan yang menjustice, padahal masih banyak desa yang membahayakan, pungkasnya.
Diakhir wawancara, awak media sempat disodorkan uang sebagai ganti bensin oleh sang Kades, namun ditolak karena melanggar Kode Etik Jurnalistik. Penjelasan dan sikap Kades Ciklapa tentu menimbulkan tanda tanya besar terkait klarifikasi yang sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara transparan dan akuntabel.
Pencopotan prasasti, yang bisa jadi merupakan respons terhadap tekanan publik, hanyalah sebuah tindakan kosmetik. Masalah substansial terkait alokasi anggaran dan penjelasan atas dugaan kejanggalan masih belum menyeluruh. Hal ini menjadi ujian bagi komitmen transparansi ditingkat desa dan dapat berakibat kepercayaan publik dapat terkikis.
Liputan : Muhiran
Editor : Chy