Korupsi, Lahan, dan Lingkungan: Jeratan Masalah di Balik Raksasa Semen Nasional

Cirebon – centralpers – Menindaklanjuti artikel sebelumnya, Redaksi kembali mengangkat temuan terbaru seputar dugaan pelanggaran serius yang melibatkan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, salah satu perusahaan semen terbesar di Indonesia.

Perusahaan ini resmi berdiri pada 16 Januari 1985, dengan dasar hukum Akta Pendirian Nomor 227 yang dibuat di hadapan Notaris Ridwan Suselo, S.H., dan disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Indocement didirikan dengan tujuan untuk melebur dan mengelola delapan pabrik semen dari enam perusahaan berbeda ke dalam satu kesatuan manajemen terpadu.

Namun, jauh sebelum resmi berdiri, jejak sejarah perusahaan ini telah dimulai sejak tahun 1975, saat pabrik pertamanya di Citeureup, Bogor, mulai beroperasi di bawah nama PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE).

Mengacu kepada data dalam buku tanah Nomor 5 yang kini menjadi Sertifikat Hak Pakai dan Sertifikat Nomor 13, yang dimiliki oleh Redaksi Jayantara-News.Com dan Redaksi kabarsbi.com, diketahui bahwa PT Indocement mengelola lahan seluas 87,487 hektar di Desa Palimanan Barat, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengelolaan ini berlangsung selama 25 tahun, sejak tahun 1999 hingga 2024.

Namun, berdasarkan penelusuran dan informasi dari berbagai sumber, diduga kuat PT Indocement belum memenuhi kewajiban kompensasi kepada Pemerintah Desa Palimanan Barat atas pengelolaan dan eksploitasi lahan tersebut. Jika dugaan ini benar, potensi kerugian negara dapat mencapai triliunan rupiah.

Tindakan tersebut bukan hanya menunjukkan dugaan pengabaian terhadap kewajiban sosial dan administratif, tetapi juga dapat mengarah pada tindak pidana korupsi berjamaah, sebagaimana diatur dalam:

• UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya terkait penyalahgunaan wewenang, perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.

• Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

• UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik, termasuk perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam, untuk transparan dalam pengelolaan aset dan dampaknya terhadap masyarakat.

• UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang mengatur kewenangan Ombudsman dalam menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan maladministrasi oleh badan publik atau swasta yang menjalankan fungsi pelayanan publik.

Selain dugaan korupsi, aktivitas industri PT Indocement di kawasan tersebut juga disorot karena diduga menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak negatif terhadap warga sekitar. Hal ini berpotensi melanggar prinsip pembangunan berkelanjutan yang juga diamanatkan dalam UUD 1945 serta berbagai regulasi lingkungan hidup.

Mengingat seriusnya persoalan ini, Tim Investigasi sahabat bhayangkara Indonesia (kabarsbi.com) akan segera berkoordinasi dengan

• Presiden Republik Indonesia, sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi sesuai Pasal 4–17 UUD 1945.
• Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mengusut dugaan praktik korupsi.
• Ombudsman Republik Indonesia, dalam hal dugaan maladministrasi.
• Divisi Tipidter Bareskrim Mabes Polri, Kadiv Propam Polri, serta aparat penegak hukum lainnya.
• Kementerian Pertahanan RI, apabila ditemukan indikasi pelanggaran yang berkaitan dengan ketahanan dan kedaulatan nasional atas penguasaan sumber daya.

Sebagai bagian dari tanggung jawab pers yang profesional, Redaksi kabarsbi.com mengacu kepada:

• Pasal 1 ayat (11) dan (12) serta Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin hak jawab dan hak koreksi bagi setiap pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan ini.

Pihak PT Indocement maupun instansi terkait dipersilakan untuk mengirimkan sanggahan, klarifikasi, atau penjelasan tertulis, dan kami akan menayangkannya sebagaimana mestinya, demi memenuhi prinsip keadilan informasi.

Sumber   :  Agung SBI

Editor      :  Chy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *