Irigasi Kritis di Cilacap, Ketika Kualitas Beton Dikorbankan Demi “Kejar Tayang”

Cilacap – centralpers – Musim tanam bagi ribuan petani di kecamatan Gandrungmangu kabupaten Cilacap kini diselimuti ketidakpastian. Bukan karena cuaca, melainkan karena infrastruktur vital mereka yaitu jaringan irigasi yang terancam mangkrak dan kualitasnya dipertanyakan. Ini bukan sekadar urusan deadline administrasi, namun pertaruhan atas kualitas hasil panen, ketersediaan air dan uang rakyat yang dihabiskan.

Tiga proyek pembangunan irigasi di desa Layansari dan Wringinharjo berupa RPJIT serta Sidaurip berupa JIAT, diduga kuat mengalami keterlambatan. Khusus di Layansari, kontraktor hanya memiliki sisa dua hari (per 2 Desember 2025) untuk menyelesaikan proyek yang bernilai Rp. 196.163.000, namun manfaatnya setara dengan kelangsungan hidup pertanian lokal, (02/12/2025).

Pemandangan dilokasi proyek pertanian kecamatan Gandrungmangu saat ini adalah perlombaan melawan waktu yang tergesa-gesa. Dengan menggunakan alat kerja, pekerja bergerak cepat, namun tempo yang mendadak tinggi ini justru memunculkan kekhawatiran baru yaitu mengorbankan mutu mengingat tahapan pekerjaan yang terkesan buru-buru. Dalam proyek konstruksi, semakin cepat pekerjaan diselesaikan di akhir kontrak, maka akan semakin besar risiko pengabaian detail dan kualitas.

Indikasi masalah ini sebenarnya sudah terendus oleh wakil rakyat di DPRD. Pada 27 November 2025, Komisi B DPRD Kabupaten Cilacap bersama Dinas Pertanian menggelar rapat pengawasan dan memanggil para penyedia jasa (kontraktor) serta konsultan pengawas ke Balai Penyuluh Pertanian (BPP) setempat. Rapat tersebut seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk menunjukkan ketegasan. Namun, hasil yang didapat justru dianggap “dingin” dan jauh dari kata sanksi tegas.

Alih-alih mengenakan denda keterlambatan yang seharusnya diatur dalam kontrak, Komisi B dan Dinas Pertanian hanya meminta jaminan lisan bahwa pekerjaan akan selesai tepat waktu. Tidak ada sanksi yang diterapkan, tidak ada blacklist yang diancamkan.

Sikap lunak ini dinilai sebagai ‘lampu hijau’ bagi kontraktor untuk bertindak sembrono. Tanpa bayang-bayang hukuman, motivasi utama kontraktor beralih dari kualitas menjadi sekadar selesai. Jika keterlambatan sudah jelas, sanksi seharusnya jalan. Ketika tidak ada sanksi, ini sama saja membuka pintu bagi pengusaha untuk bekerja sesuka hati, mengesampingkan standar.

Link informasi terkait, klik tautan :
Awasi Pembangunan Pertanian, Komisi B DPRD Cilacap ‘Turun Gunung’ ke Gandrungmangu https://centralpers.press/awasi-pembangunan-pertanian-komisi-b-dprd-cilacap-turun-gunung-ke-gandrungmangu/

Kekhawatiran terhadap ‘kejar tayang’ ini terbukti beralasan dari temuan di lapangan, awak media mengunjungi dua lokasi proyek dan menemukan indikasi material yang diduga kuat di bawah standar teknis. Saat adukan beton masih dalam kondisi basah, terlihat jelas warna kecoklatan yang tidak wajar. Normalnya, adukan beton yang baik cenderung berwarna keabu-abuan. Warna cokelat tersebut mengindikasikan bahwa pasir atau agregat yang digunakan terkontaminasi lumpur atau tanah dalam jumlah berlebihan. Kontaminasi organik adalah musuh utama kekuatan beton, sebab ia menghalangi semen bereaksi sempurna.

Lebih mengkhawatirkan lagi, beton yang sudah mengering dan dipasang sebagai penahan dinding irigasi terlihat rapuh dan mudah terkikis. Di beberapa titik, beton mudah retak atau rusak bahkan setelah pemasangan batu kali. Jika beton ini benar-benar tidak memenuhi standar kekuatan tekan yang disyaratkan dalam kontrak, maka usia fungsional irigasi akan sangat singkat. Bangunan yang seharusnya bertahan puluhan tahun, bisa jadi ambrol dalam hitungan musim.

Ketika material inti seperti beton bermasalah, ini menunjukkan bahwa pengawasan konsultan tidak berjalan optimal, atau bahkan diabaikan. Dalam skenario ‘kejar tayang’ ini, pengawasan menyeluruh menjadi mustahil, membuka celah bagi kontraktor yang ingin memangkas biaya dengan menggunakan bahan baku yang lebih murah.

Konsultan pengawas memiliki tanggung jawab hukum untuk menghentikan pekerjaan yang tidak memenuhi standar. Kegagalan mereka dalam bertindak tegas menjadikan mereka pihak yang turut bertanggung jawab atas potensi kerugian negara dan rendahnya kualitas infrastruktur publik.

Untuk menyelamatkan proyek irigasi ini dan memastikan dana rakyat tidak terbuang sia-sia, Dinas terkait dan Inspektorat harus segera melakukan uji laboratorium (slump test dan uji tekan) pada sampel beton di lokasi proyek untuk memverifikasi dugaan kualitas material. Komisi B DPRD Kabupaten Cilacap harus mendesak Dinas Pertanian untuk menerapkan sanksi keterlambatan sesuai kontrak, bukan hanya meminta jaminan lisan pada kontraktor dan konsultan.

Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa, jaringan irigasi di tiga desa tersebut merupakan urat nadi penyaluran air yang penting. Petani berharap irigasi rampung sebelum mereka memasuki fase krusial pengairan sawah. Keterlambatan berarti potensi penundaan tanam atau bahkan kegagalan panen di area yang luas.

Selain itu, proyek irigasi di kecamatan Gandrungmangu merupakan cerminan dari tantangan tata kelola proyek infrastruktur di daerah. Keterlambatan dan dugaan kualitas rendah adalah alarm keras yang harus segera direspons. Jika dibiarkan, bukan hanya petani yang menderita, tetapi kepercayaan publik terhadap pemerintah juga akan terkikis.

Ikuti dan sukai kami di Facebook Central Media untuk informasi lebih banyak dan cepat serta berintegritas, klik tautan :
https://m.facebook.com/profile.php?id=61583214766499
Anda harus sudah menginstal aplikasi Facebook untuk mengakses kami.

Liputan  :  Muhiran
Editor     :  Chy

Exit mobile version