Pemalang, (GMOCT) – centralpers – Kasus tambak udang vaname ilegal di Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, memasuki babak baru. Polda Jawa Tengah resmi memproses hukum operasi tambak yang diduga beroperasi tanpa izin resmi. Informasi ini didapatkan dari media online KabarSBI, yang tergabung dalam Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT).
Tambak tersebut diduga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Operasinya tanpa izin lokasi, izin lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL), dan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP). Lebih parah lagi, limbah tambak dibuang langsung ke laut tanpa pengolahan, mengakibatkan pencemaran perairan pesisir.
Pelanggaran yang dilakukan terancam hukuman berat. Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU No. 1/2014 juncto UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang, pelaku wajib memiliki izin lokasi, SIUP, dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPR Laut) jika tambak berada di zona pesisir. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengancam pelaku usaha tanpa izin dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3 Miliar. Ancaman serupa juga terdapat dalam Pasal 109 UU PPLH terkait usaha tanpa izin lingkungan. Pembuangan limbah tanpa izin dan pencemaran lingkungan (Pasal 69 ayat (1) huruf e jo. Pasal 104 UU Nomor 32 Tahun 2009) juga dijerat hukuman penjara paling lama 3 tahun dan denda Rp 3 Miliar. Pelanggaran baku mutu air limbah (Pasal 100 UU Nomor 32 Tahun 2009) juga membawa ancaman hukuman yang sama. Jika tambak berada di wilayah pesisir dan tidak memiliki PKKPRL, ancaman hukumannya lebih berat lagi, yaitu penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 10 Miliar (Pasal 73 huruf (c) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014).
Kepala Desa Nyamplungsari, didampingi kuasa hukum Bambang L.A Hutapea, S.H.,M.H.,C.Med., dan Agung Sulistio selaku Ketua Umum GMOCT, telah melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Tengah. Penyidik saat ini tengah memeriksa dokumen perizinan dan mengumpulkan bukti pencemaran, termasuk sampel air laut.
Pencemaran yang terjadi akibat limbah tambak telah menurunkan kualitas air laut dan sungai, merusak ekosistem bawah laut, serta mengganggu pariwisata dan mata pencaharian nelayan lokal. Berbagai pihak, termasuk pemerhati lingkungan dan organisasi nelayan, mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menertibkan tambak ilegal tersebut dan memastikan pemulihan ekosistem laut. Selain tuntutan hukum, masyarakat juga menuntut pemilik tambak bertanggung jawab atas pemulihan lingkungan (restorasi) dan ganti rugi kepada nelayan setempat.
#No Viral No Justice
#Save Laut
Team/Red (Kabarsbi)
GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama
Editor : Chy