Pers dan LSM, Dua Penjaga Demokrasi Dengan Peran dan Landasan Berbeda

Cilacap – centralpers – Dalam arsitektur demokrasi modern Indonesia, Pers dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seringkali dipandang sebagai dua entitas yang serupa: keduanya berfungsi sebagai pengawas jalannya kekuasaan. Keduanya vital bagi kesehatan check and balance dan sering bersuara atas nama kepentingan publik. Meski sama-sama esensial, Pers dan LSM beroperasi diatas landasan hukum, struktur organisasi dan fokus utama yang secara fundamental berbeda. Memahami perbedaan tersebut tentu sangat krusial untuk melihat bagaimana ekosistem demokrasi kita bekerja. Pers adalah pilar keempat yang bekerja melalui informasi, sementara LSM adalah motor penggerak masyarakat sipil yang bekerja melalui advokasi dan pemberdayaan.

Perbedaan paling mendasar antara Pers dan LSM terletak pada dasar hukum dan entitas legal yang menaunginya. Perbedaan ini bukan sekadar formalitas administrasi, melainkan menentukan karakter, tujuan dan cara kerja masing-masing.

Pers diatur secara khusus melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang bersifat lex specialis untuk menjamin kemerdekaan pers, hak tolak dan perlindungan terhadap jurnalis/wartawan dalam menjalankan fungsinya. Secara kelembagaan, UU Pers mengamanatkan bahwa perusahaan pers harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Pilihan bentuk PT ini menunjukkan bahwa pers adalah sebuah industri profesional yang memiliki aspek ekonomi. Perusahaan pers mengemban fungsi publik yang diamanatkan undang-undang, menjadikannya entitas bisnis yang memiliki tanggung jawab sosial dan etika (diatur Dewan Pers) jauh melampaui sekadar mencari keuntungan.

Di sisi lain, LSM (yang dalam terminologi hukum Indonesia lebih dikenal sebagai Organisasi Kemasyarakatan atau Ormas) memiliki landasan hukum yang berbeda. Payung hukum utamanya adalah UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (dan perubahannya dalam UU No. 16 Tahun 2017). Badan hukum LSM tidak berbentuk PT, mereka umumnya memilih satu dari dua bentuk yaitu perkumpulan atau yayasan. Perkumpulan (diatur dalam KUH Perdata dan UU Ormas) berbasis keanggotaan, sedangkan Yayasan (diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan pemisahan kekayaan untuk tujuan sosial, keagamaan atau kemanusiaan.

Perbedaan antara Pers dan LSM sangat jelas, sebab Pers adalah industri jasa informasi dengan mandat publik, sementara LSM adalah organisasi nirlaba (non-profit) yang fokus pada kegiatan sosial dan advokasi. Dari perbedaan badan hukum tersebut, kita tentu dapat melihat turunan perbedaan pada tujuan utama pendirian Pers dan LSM.

Tujuan utama Pers, sebagaimana diamanatkan UU Pers, adalah menjadi penjaga kedaulatan rakyat dan jembatan komunikasi. Fungsi utamanya adalah menyediakan informasi. Pers bekerja untuk memenuhi hak publik supaya tahu (the right to know). Dalam demokrasi, Pers bertujuan menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong supremasi hukum dan mengawasi kekuasaan agar tetap akuntabel. Alat utamanya adalah informasi yang akurat, berimbang dan terverifikasi. Pers mengolah fakta menjadi berita, laporan mendalam atau penelusuran informasi, lalu mendistribusikannya kepada masyarakat luas untuk membentuk pendapat umum yang cerdas.

Sebaliknya, tujuan utama LSM adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat dan menyediakan layanan sosial untuk kesejahteraan publik. Jika Pers fokus pada ‘informasi’, LSM fokus pada ‘aksi’ dan ‘advokasi’. LSM didirikan untuk mengisi ruang-ruang yang tidak terjangkau oleh negara atau pasar. Mereka fokus pada isu-isu spesifik, seperti lingkungan, hak asasi manusia, anti-korupsi, kesetaraan gender atau pendidikan dan melakukan intervensi langsung. Tujuan mereka adalah menciptakan perubahan sosial atau kebijakan melalui advokasi, pendampingan dan pemberdayaan.

Singkatnya, jika ada masalah publik (misalnya, perusakan lingkungan), Pers akan melaporkan melalui informasi atau publikasi agar publik tahu, sedangkan LSM akan mengadvokasi (misalnya, menggugat pelaku atau mendampingi korban) agar masalah itu teratasi.

Pers secara universal diakui sebagai “Pilar Keempat Demokrasi”, melengkapi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Fungsinya dijalankan melalui beberapa peran kunci diantaranya adalah kontrol sosial, penyedia informasi dan pendidikan, jembatan (Voice of the Voiceless) serta penegak nilai demokrasi. Kontrol Sosial adalah fungsi pengawasan paling vital dari Pers, ia dapat mengarahkan “sorot lampu” ke praktik-praktik kekuasaan, baik itu pemerintah maupun korporasi. Melalui edukasi, penelusuran informasi dan kritik yang membangun. Pers akan memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan (abused) dan tetap bertanggung jawab.

Pers juga merupakan penyedia informasi dan pendidikan yang membuat peran tersebut semakin penting. Pers wajib menyajikan informasi faktual, mendidik publik dan menjadi penjernih informasi (clearing house) untuk melawan hoaks. Pers memberikan ruang bagi mereka yang tidak memiliki akses ke kekuasaan, ia dapat menjembatani aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan sebaliknya (voice of the voiceless) serta dapat mensosialisasikan kebijakan pemerintah kepada publik.

Produk Pers adalah karya jurnalistik dengan menggunakan metode kerja utama yaitu jurnalisme untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi melalui media massa. Sehingga Pers juga merupakan penegak nilai demokrasi yang memungkinkan pemberitaan isu-isu HAM, supremasi hukum dan keadilan. Hal tersebut dapat membantu merawat nilai-nilai dasar yang menopang demokrasi Indonesia.

LSM merupakan komponen inti dari civil society atau masyarakat sipil. Mereka adalah organisasi independen yang bertindak secara kolektif untuk kepentingan publik. Fungsi mereka sangat beragam dan seringkali bersifat teknis, diantaranya adalah advokasi dan kesejahteraan publik, pemberdayaan serta peningkatan kapasitas, penyedia layanan langsung juga mendorong partisipasi masyarakat. Advokasi dan kesejahteraan publik adalah fungsi utama LSM, ia seharusnya dapat mengidentifikasi masalah (lingkungan, HAM, korupsi, dll) serta secara aktif memperjuangkan kepentingan masyarakat. Hal tersebut bisa berupa advokasi kebijakan (lobbying ke parlemen), advokasi hukum (mengajukan judicial review) atau kampanye publik.

Dengan metode kerja utama yaitu program, riset, analisis kebijakan, pengorganisasian komunitas, litigasi dan implementasi proyek di lapangan, LSM tidak hanya mengadvokasi publik, tetapi juga memberdayakan masyarakat. Mereka juga seharusnya memberikan pelatihan keterampilan, pendidikan vokasional kepada komunitas agar masyarakat bisa mandiri dan memperjuangkan haknya sendiri. Selain itu, LSM juga merupakan penyediaan layanan langsung, banyak LSM yang bekerja di lapangan, memberikan layanan yang tidak disediakan negara, seperti layanan kesehatan di daerah terpencil, bantuan kemanusiaan saat bencana atau membangun fasilitas air bersih. Selain melayani, mereka juga mendorong partisipasi publik agar transparan dan akuntabel dalam proses pengambilan keputusan, misalnya melalui forum warga atau pemantauan anggaran daerah.

Kebingungan publik sering terjadi karena satu fungsi yang tumpang tindih yakni pengawasan terhadap pemerintah. Baik Pers (melalui fungsi ‘kontrol sosial’) maupun LSM (melalui fungsi ‘mengawasi pemerintah’) sama-sama bertindak sebagai pengawas. Padahal cara mereka mengawasi sangat berbeda, Pers mengawasi dengan cara mempublikasikan, karena kekuatan Pers terletak pada transparansi. Ketika Pers membongkar sebuah skandal korupsi, tujuannya adalah agar publik tahu dan penegak hukum bergerak atas dasar informasi tersebut. Pers tidak bisa menangkap koruptor atau mengubah undang-undang secara langsung. Ia bekerja dengan menciptakan tekanan publik (public pressure) melalui informasi.

Sementara LSM mengawasi dengan cara mengintervensi, karena kekuatan LSM terletak pada spesialisasi dan aksi. Ketika LSM (misalnya, ICW) menemukan dugaan korupsi, mereka tidak hanya mempublikasikannya. Mereka akan melakukan riset mendalam, menghitung kerugian negara dan secara aktif melaporkan ke KPK dengan bukti-bukti yang kuat, bahkan mengawal kasusnya di pengadilan. Begitu pula ketika LSM lingkungan menemukan pencemaran, mereka bisa menggugat perusahaan pencemar ke pengadilan (legal standing).

Perlu diketahui bahwa Pers dan LSM adalah dua entitas yang berbeda namun saling melengkapi (simbiosis mutualisme) dalam ekosistem demokrasi Indonesia. Pers adalah pilar keempat demokrasi yang berbasis industri informasi (PT). Kekuatan utamanya adalah jurnalisme untuk menyajikan fakta dan melakukan kontrol sosial melalui transparansi dan pembentukan opini publik. Sementara LSM adalah motor penggerak masyarakat sipil yang berbasis nirlaba (Yayasan/Perkumpulan). Kekuatan utamanya adalah advokasi dan pemberdayaan untuk memperjuangkan kepentingan publik secara langsung melalui program, aksi dan intervensi kebijakan.

Demokrasi yang sehat membutuhkan Pers dan LSM. Masyarakat butuh Pers yang bebas dan profesional untuk ‘menerangi’ semua sudut kekuasaan dengan informasi. Pada saat yang sama, publik juga membutuhkan LSM yang kuat dan independen untuk ‘menangani’ masalah-masalah spesifik yang ditemukan di lapangan.

Penulis  :  Muhiran
Editor    :  Chy

Exit mobile version