Ironi Study Tour : Antara Edukasi, Rekreasi dan Keselamatan Siswa yang Terabaikan

Cilacap – centralpers – Rentetan insiden kecelakaan maut yang menimpa rombongan siswa dalam kegiatan study tour sudah menjadi sorotan publik. Peristiwa tragis yang berulang ini seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk segera mengambil langkah konkret. Namun, respons yang muncul masih bersifat parsial dan belum seragam, menciptakan celah kebijakan yang berpotensi membahayakan nyawa para pelajar dimasa mendatang.

Ditengah kegelisahan masyarakat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan larangan penyelenggaraan study tour bagi sekolah-sekolah di wilayahnya. Kebijakan ini merupakan respons langsung terhadap insiden yang terjadi. Akan tetapi, ketegasan serupa belum diikuti oleh provinsi lain, termasuk Provinsi Jawa Tengah. Di kabupaten Cilacap misalnya, banyak sekolah jenjang SMP yang diduga tetap merencanakan kegiatan study tour meskipun dengan nomenklatur yang berbeda.

Secara konseptual, penting untuk memahami perbedaan mendasar antara study tour dan outing class. Keduanya adalah metode pembelajaran di luar kelas yang bertujuan memberikan pengalaman langsung (experiential learning). Namun, study tour cenderung memiliki cakupan yang lebih luas, melibatkan perjalanan jarak jauh ke beberapa kota atau provinsi dan sering kali memakan waktu beberapa hari. Sementara itu, outing class dirancang untuk eksplorasi lingkungan sekitar sekolah dengan jarak tempuh yang lebih dekat dan fokus pembelajaran yang lebih spesifik.

Tujuan ideal dari kedua kegiatan ini sangat mulia. Study tour diharapkan dapat memperluas wawasan siswa dengan mengunjungi situs sejarah seperti candi, museum nasional atau pusat penelitian di kota lain. Disisi lain, outing class bertujuan memberikan pemahaman kontekstual terhadap kurikulum, seperti mengajak siswa jurusan IPA ke sawah terdekat untuk mempelajari ekosistem atau mengunjungi sentra industri lokal untuk memahami aplikasi ekonomi dan teknologi. Keduanya sama-sama bertujuan menciptakan pembelajaran yang mendalam, menyenangkan dan jauh dari kebosanan teori di kelas.

Namun, muncul dugaan kuat beberapa sekolah di kabupaten Cilacap hanya mengganti “baju” kegiatan. Istilah outing class kini digunakan untuk menamai aktivitas yang substansinya adalah study tour. Indikasi ini terlihat jelas dari destinasi yang dituju, yakni objek-objek wisata populer di luar provinsi yang memerlukan perjalanan darat berjam-jam menggunakan bus pariwisata.

Perubahan nama ini patut dicurigai sebagai upaya untuk mengakali larangan atau imbauan yang ada. Lebih jauh, esensi pendidikan dalam pelaksanaannya pun dipertanyakan. Ketika porsi kunjungan lebih didominasi oleh tujuan rekreasi daripada observasi atau pembelajaran, maka kegiatan tersebut telah bergeser dari misi edukatif menjadi sekedar paket tamasya yang dibungkus dengan agenda sekolah, hal tersebut tentu menyimpang dari tujuan awalnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perputaran uang dalam penyelenggaraan study tour sangatlah besar. Ekosistem bisnis yang melibatkan perusahaan otobus, agen perjalanan, pengelola hotel, hingga pusat oleh-oleh telah lama menikmati keuntungan dari kegiatan ini. Dugaan bahwa kepentingan komersial menjadi salah satu alasan kuat dibalik ngototnya sejumlah pihak untuk tetap melaksanakan perjalanan jarak jauh ini menjadi semakin relevan untuk didalami.

Disisi lain, para wali murid berada dalam posisi yang dilematis, banyak yang merasa keberatan dengan biaya yang tidak sedikit, terkadang mencapai jutaan rupiah. Namun, kekhawatiran terbesar mereka adalah faktor keselamatan. Risiko perjalanan jauh menggunakan armada bus, kondisi fisik pengemudi hingga faktor kelelahan siswa menjadi hal yang menakutkan, terutama setelah melihat banyaknya kecelakaan yang telah terjadi.

Dari sudut pandang siswa, pengalaman bepergian bersama teman-teman tentu menjadi momen yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu. Kegembiraan mengunjungi tempat baru sering kali menutupi rasa lelah akibat perjalanan panjang. Namun, kebahagiaan sesaat ini tidak boleh membuat kita lengah terhadap risiko besar yang mengintai disepanjang perjalanan, kesejahteraan dan keselamatan mereka harus menjadi prioritas absolut.

Sudah saatnya seluruh pihak melakukan evaluasi total terhadap urgensi study tour, perlu ada sebuah regulasi yang jelas dan seragam dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mengatur secara ketat standar operasional prosedur, mulai dari perizinan, kelaikan kendaraan hingga batasan jarak tempuh. Mengoptimalkan outing class yang lebih aman, terjangkau dan relevan dengan lingkungan sekitar bisa menjadi alternatif cerdas untuk memastikan siswa tetap mendapatkan pengalaman belajar di luar kelas tanpa harus menantang maut di jalan raya.

Penulis :  Muhiran
(Wakil Pimpinan Redaksi Central Pers)

Editor    :  Chy

Exit mobile version