Melihat Penggunaan Asas Lex Superior Derogate Legi Inferiori Dalam PTSL di Kabupaten Cilacap

Cilacap – centralpers – Asas lex superior derogate legi inferiori dapat diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Salah satu kebijakan yang menguatkan asas tersebut yakni Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 7 Undang-undang tersebut membagi jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan secara berurutan dari yang derajat tertinggi sampai terendah.

Hierarki tersebut menggunakan sentralisasi yang dimulai dari UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang/Peraturan Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sampai Peraturan Desa. Di Indonesia, kekuatan hukum peraturan yang dibuat harus sesuai dengan hierarki tersebut.

Namun, dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), Kelompok Masyarakat (Pokmas) masih banyak yang belum mengetahui bahwa aturan yang mereka gunakan seharusnya tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Terdapat oknum Pokmas dalam menentukan biaya PTSL masih menggunakan mekanisme kesepakatan bersama dengan merujuk pada Peraturan Bupati (Perbup). Padahal Perbup yang mereka maksud seyogyanya sudah direvisi karena diduga bertentangan dengan aturan diatasnya.

Sebagai contoh, penetapan biaya PTSL oleh Pokmas di kabupaten Cilacap provinsi Jawa tengah menggunakan cara kesepakatan bersama berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) No. 79 tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bagi Masyarakat di Kabupaten Cilacap. Padahal peraturan tersebut sebaiknya direvisi terlebih dahulu sebelum dipergunakan oleh Pokmas, karena aturan yang lebih tinggi yaitu Instruksi Presiden, Peraturan Menteri serta Surat Keputusan Bersama 3 Menteri sudah diperbaharui dan dikeluarkan satu tahun setelahnya (2018).

Biaya yang dibebankan pada masyarakat di kabupaten Cilacap dalam kesepakatan bersama juga terdapat perbedaan yang cukup signifikan, biaya yang harus dibayar berkisar antara Rp. 300.000 – Rp. 450.000 per bidang. Padahal dalam SKB 3 Menteri untuk kabupaten Cilacap masuk kategori V dengan biaya sebesar Rp. 150.000 per bidang.

Dari dua hal tersebut, patut diduga terjadi pertentangan asas lex superior derogate legi Inferiori didalam PTSL kabupaten Cilacap, hal itu tentu bisa menjadi pertanyaan dan memungkinkan adanya oknum yang mencari keuntungan pribadi sehingga merugikan masyarakat apabila dilihat dari biaya yang dibayarkan kepada panitia PTSL desa.

Selain itu, adanya indikasi salah satu Pokmas di kecamatan Gandrungmangu yang dilaporkan/diadukan ke Polres Cilacap karena diduga memalsukan tanda tangan peserta menambah permasalahan di PTSL, walaupun informasi tersebut dianggap telah selesai setelah adanya dugaan nominal Rp. 70 juta yang dikeluarkan Pokmas wilayah (Dusun) dan orang berinisial M.

Hal tersebut seharusnya menjadi masukan BPN Cilacap untuk tidak mengesampingkan asas lex superior derogate legi Inferiori dalam menentukan kebijakan dan sosialisasi PTSL, karena pertentangan dengan asas tersebut dapat memberikan celah oknum untuk meraup keuntungan individu sehingga merugikan masyarakat yang notabene masih kurang memahami terkait PTSL.

Perlu diketahui bahwa keterbukaan Pokmas dalam penggunaan anggaran yang berasal dari masyarakat juga menentukan kepercayaan publik terhadap program prioritas nasional yang sedang dijalankan.

( CHY / MHR )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *