Kondusif Tapi Tidak Sesuai Aturan dan Kemitraan, Ibarat Bom Waktu Yang Siap Meledak

Artikel

Kondusif… Kata yang selalu disampaikan oleh pejabat maupun orang-orang yang menjadi pemimpin suatu wilayah. Secara etimologi, kondusif berasal dari bahasa Latin yaitu ‘con’ yang berarti bersamaan dengan dan ‘ducere’ yang artinya menuntun atau mengarahkan. Merujuk pada makna tersebut, makna kondusif dapat dianggap suatu situasi atau kondisi yang mendukung terlaksananya sesuatu hal. Dengan kata lain kondusif juga bisa diartikan situasi yang mengarahkan kemungkinan terjadinya sesuatu sesuai yang diinginkan.

Menurut sosiologi, arti kata kondusif didefinisikan sebagai suatu ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat untuk menjalankan aktivitasnya. Sementara dalam Kamis Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kondusif yaitu memberi peluang pada hasil yang diinginkan yang bersifat mendukung.

Di kabupaten Cilacap banyak desa atau wilayah yang terlihat kondusif dalam pemberitaan namun memiliki potensi besar menjadi tidak kondusif dikemudian hari. Hal tersebut terlihat dari kemitraan antara instansi dengan media yang tidak terjalin dengan baik, arogansi dan kurangnya kejujuran antara pemerintah desa/wilayah pada awak media, SDM yang minim, tidak bisa membedakan kualitas serta kuantitas individu awak media, karakter individu dan upaya pembungkaman dalam sosial kontrol yang dilakukan awak media.

Kemitraan yang tidak terjalin dengan baik menjadi masalah utama sebuah desa atau wilayah berpotensi tidak kondusif dalam pemberitaan, hal tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan tanpa arogansi dan kesombongan (persuasif). Kejujuran serta keikhlasan dalam melayani diantara kedua belah pihak tanpa mencari keuntungan pribadi menjadi syarat mutlak yang harus terpenuhi agar kondusifitas desa atau wilayah tetap terjaga.

Rasa bangga instansi/kantornya tidak dikunjungi awak media mengindikasikan Kades ataupun ASN kantor tersebut masih kurang paham terkait kemitraan sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Sikap arogansi juga terlihat dari rasa bangga tersebut yang dapat menyebabkan kemitraan sulit terjalin dengan baik.

Selain itu, minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) Kepala Desa/wilayah dan awak media juga turut andil besar tidak kondusifnya suatu desa atau wilayah. Tidak dipungkiri bahwa salah satu kelemahan sistem demokrasi adalah dapat menciptakan pemimpin yang minim SDM. Sistem perekrutan awak media juga masih harus diperbaiki apabila dilihat dari aspek pendidikan, etika, moral dan kinerja sesuai tugas dan fungsi media sebagai wahana komunikasi masyarakat.

Masih banyak kepala desa/wilayah yang belum bisa membedakan awak media yang memiliki kualitas serta kuantitas dari aspek kinerja ataupun pendidikan, mereka berpikir semua awak media sama. Tidak sedikit awak media yang memiliki kualitas dan kuantitas justru mendapatkan intimidasi, dihindari, diusir, dijebak dalam peta konflik serta diadu domba. Hal tersebut akibat dari rasa takut dan doktrin yang diberikan oleh oknum awak media maupun oknum ASN kepada pemimpin suatu wilayah terhadap awak media dengan alasan kesalahan mereka pasti dipublikasikan.

Tidak ada instansi yang sempurna, semua instansi memiliki kesalahan ataupun permasalahan, sehingga tidak ada masalah tanpa solusi. Dengan mengetahui kualitas, kuantitas, kinerja serta pendidikan individu Kepala Desa/wilayah dan awak media, seseorang akan dapat membedakan antara oknum dengan bukan oknum. Karena selain kinerja yang cukup, seorang awak media juga seyogyanya memiliki pendidikan, pengetahuan, moral dan etika yang cukup untuk mencarikan solusi permasalahan yang terjadi sebagai bukti sosial participation dan sosial responcibility pada masyarakat.

Karakter individu awak media berhubungan erat dengan kemitraan yang terjalin, upaya pembungkaman secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oknum Kades dan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap awak media ketika melaksanakan sosial kontrol dapat memicu bom waktu yang siap meledak (berita negatif-red) dan mempermudah pemberitaan negatif yang berakibat tidak kondusifnya suatu wilayah.

Penulis : Muhiran
(Mahasiswa Prodi Hukum Universitas Tangerang Raya)

Artikel ini hanya ditayangkan di media Penajournalis.com, Centralpers.press, Lintangpena.com dan Globalwarta.press. Apabila artikel ditayangkan di media selain tersebut diatas tanpa izin maka dianggap plagiat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *